Jakarta, Harian Umum - Pengamat politik dan hukum Muslim Arbi mengeritik tajam Kejaksaan Agung (Kejagung) yang dinilai lamban dan selektif dalam menangani kasus dugaan korupsi proyek Base Transceiver Station (BTS) 4G Bakti Kominfo.
Pasalnya, hingga kini Kejagung tidak menangkap Nistra Yohan, politikus Partai Gerindra, yang disebut-sebut menerima aliran dana hingga Rp70 miliar dari kasus yang melibatkan mantan Menkominfo Johnny G Plate tersebut.
"Kenapa sampai sekarang Nistra Yohan belum juga disentuh oleh Kejagung meski disebut-sebut dalam pusaran korupsi BTS? Ini memperlihatkan bahwa Kejagung tak berani menyentuh penguasa," kata Muslim seperti dikutip dari siaran tertulisnya, Jumat (8/8/2025).
Nistra Yohan diketahui merupakan mantan tenaga ahli Sugiono, yang kini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Gerindra sekaligus Menteri Luar Negeri di Kabinet Prabowo-Gibran. Posisi strategis Sugiono di partai dan pemerintahan diduga menjadi tameng politik yang membuat Nistra tak tersentuh oleh proses hukum, meskipun namanya kerap muncul dalam dokumen dan kesaksian yang terkait kasus BTS.
"Banyak pihak sudah menyebut dugaan keterlibatan Nistra, tapi faktanya dia tidak pernah dipanggil, apalagi ditahan. Ini mengindikasikan adanya kekebalan hukum yang diberikan pada lingkaran kekuasaan," kata Muslim.
Ia menambahkan, dalam situasi hukum yang sehat dan adil, tidak boleh ada orang yang kebal dari penyidikan hanya karena kedekatannya dengan elite kekuasaan.
Muslim mengingatkan bahwa publik memiliki ekspektasi tinggi terhadap Kejagung untuk menuntaskan kasus BTS yang telah menyeret beberapa tokoh besar, termasuk mantan Menkominfo Johnny G. Plate. Namun, menurutnya, penegakan hukum tersebut terasa pincang jika tidak menyentuh aktor-aktor yang dekat dengan pusat kekuasaan.
“Jangan hanya menteri dari partai lain yang ditangkap, sementara yang dari partai penguasa dibiarkan. Ini bukan keadilan, tapi alat politik penjinakan,” kritik Muslim.
Dia menegaskan, Kejagung seharusnya berdiri di atas semua kepentingan politik.
“Jika Kejagung tunduk pada kekuasaan, maka penegakan hukum kita benar-benar dalam keadaan darurat,” katanya mengingatkan.
Muslim menuntut Kejagung agar secara terbuka menjelaskan posisi Nistra Yohan dalam konstruksi kasus BTS. Jika memang tidak bersalah, kata Muslim, maka ungkapkan secara terang, jangan dibiarkan menggantung.
"Tapi jika ada bukti kuat, harus segera diproses secara hukum. Ini bukan soal politik, ini soal keadilan,” tegas Muslim lagi..
Ia kembali mengingatkan bahwa kepercayaan publik terhadap Kejagung bisa runtuh jika kasus-kasus besar hanya menyasar lawan politik atau kelompok yang tak memiliki perlindungan kekuasaan.
“Ini persoalan serius. Jangan main-main dengan keadilan. Rakyat melihat dan mencatat. Bila penegakan hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka kita sedang membiarkan negara jatuh ke dalam otoritarianisme hukum,” kata Muslim lagi.
Kasus BTS menjadi batu ujian besar bagi integritas Kejagung di bawah pemerintahan Prabowo-Gibran. Penuntasan kasus ini bukan hanya menyangkut kerugian negara, tetapi juga menjadi indikator apakah hukum benar-benar berlaku sama bagi semua warga negara, tanpa pandang jabatan, koneksi, atau warna partai.
"Rakyat akan terus menagih keadilan, termasuk dalam kasus Nistra Yohan. Bila Kejagung diam, maka dugaan publik akan menjadi keyakinan: hukum tidak berani menyentuh kekuasaan," pungkas Muslim. (rhm)







