Jakarta, Harian Umum - Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) mengapresiasi sekaligus mengeritik upah minimum provinsi (UMP) 2026 yang telah ditetapkan sejumlah daerah, karena besaran kenaikannya tidak memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL).
"Mencermati bahwa hingga saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia telah menetapkan UMP tahun 2026 melalui keputusan masing-masing kepala daerah," kata Presiden ASPIRASI Mirah Sumirat dalam keterangan tertulis, Jumat (26/12/2025).
Mirah mengatakan, ASPIRASI mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada para kepala daerah yang telah menetapkan UMP 2026, serta menghormati setiap keputusan yang dikeluarkan sebagai bagian dari kewenangan pemerintah daerah dalam menjalankan amanat peraturan perundang-undangan.
Namun, sambung Mirah, ASPIRASI menilai bahwa meskipun secara nominal terdapat kenaikan di hampir seluruh provinsi, kenaikan UMP 2026 tersebut belum sepenuhnya menjawab pemenuhan kebutuhan hidup secara nyata para buruh dan pekerja.
"Kenaikan upah masih tertinggal dibandingkan dengan laju kenaikan harga pangan, bahan pokok, layanan kesehatan, transportasi, serta biaya pendidikan yang terus meningkat dari waktu ke waktu," tegas Mirah.
Ia mengingatkan bahwa persoalan utama saat ini bukan semata-mata pada besaran kenaikan upah, melainkan pada kemampuan pemerintah dalam mengendalikan biaya hidup masyarakat.
“Kami mengapresiasi penetapan UMP 2026 oleh para kepala daerah. Namun harus kami sampaikan secara jujur, kenaikan UMP ini belum mampu menjawab kebutuhan riil buruh/pekerja. Harga pangan, bahan pokok, kesehatan, transportasi, dan pendidikan terus naik, sementara pengendaliannya masih sangat lemah,” kata Mirah.
Ia menilai, tanpa kebijakan pengendalian harga yang serius dan konsisten, kenaikan UMP berpotensi hanya habis untuk menutup kenaikan biaya hidup sehari-hari.
“Jika pemerintah tidak serius mengendalikan harga kebutuhan dasar, maka kenaikan UMP hanya akan menjadi angka di atas kertas dan tidak benar-benar meningkatkan kesejahteraan maupun daya beli buruh,” tegasnya.
ASPIRASI menegaskan bahwa kebijakan pengupahan tidak dapat berdiri sendiri. Pemerintah pusat dan daerah harus memastikan adanya kebijakan pendukung yang konkret, mulai dari stabilisasi harga pangan dan bahan pokok, jaminan layanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau, hingga penyediaan transportasi publik yang layak bagi masyarakat pekerja.
Di akhir pernyataannya, Mirah mendorong adanya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pengupahan nasional dengan melibatkan serikat pekerja secara bermakna.
'Agar kebijakan UMP ke depan benar-benar berpihak pada pemenuhan kebutuhan hidup layak bagi buruh dan pekerja di Indonesia, " katanya.
Seperti diketahui, melalui PP Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan, Presiden Prabowo Subianto menetapkan rumus kenaikan UMP 2026 yang pelaksanaannya diserahkan kepada para kepala daerah.
Rumusnya adalah UMP 2026 = inflasi + (pertumbuhan ekonomi x Alfa) dengan rentang koefisien Alfa 0,5 - 0,9.
Dengan asumsi inflasi APBN 2026 sebesar 2,5% dan target pertumbuhan ekonomi 2026 di angka 5,4%, maka dengan koefisien Alfa 0,5 - 0,9, maka kebaikan UMP berada pada rentang minimal 5,2% dan maksimal 7,36%.
Angka ini jauh dari tuntutan buruh/pekerja yang menginginkan kenaikan UMP sebesar 15%. (rhm)





