Jakarta, Harian Umum - Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M Rizal Taufikurahman, menilai bahwa beban bunga utang Indonesia kian mengkhawatirkan dan berpotensi menekan ruang fiskal pemerintah dalam jangka panjang.
Pasalnya. pembayaran bunga utang itu menyerap porsi signifikan dari pendapatan negara, karena dalam APBN 2025, pembayaran bunga utang tercatat telah melampaui Rp 500 triliun. Angka ini mendekati 20 persen dari total belanja pemerintah pusat dan sekitar 15 persen dari penerimaan negara.
"Ini menandakan bahwa sebagian besar ruang fiskal tidak lagi digunakan untuk fungsi produktif seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, melainkan untuk kewajiban masa lalu,” ujar Rizal dikutip dari Kompas.com, Sabtu (27/12/2025).
Menurut dia, kondisi ini mencerminkan meningkatnya rigiditas anggaran dan penurunan kualitas belanja negara.
Secara ekonomi politik fiskal, situasi ini dinilai berisiko karena mengurangi fleksibilitas pemerintah dalam merespons kebutuhan pembangunan.
Rizal menegaskan, langkah paling mendesak yang perlu dilakukan pemerintah adalah menurunkan ketergantungan pada utang berbunga tinggi melalui kombinasi kebijakan yang terukur dan berkelanjutan.
“Pertama, memperkuat penerimaan negara yang berkelanjutan, khususnya pajak, bukan sekadar lewat intensifikasi jangka pendek, tetapi melalui reformasi basis pajak dan perbaikan kepatuhan,” katanya.
Selain itu, kata dia, pemerintah juga perlu mengoptimalkan manajemen utang, antara lain dengan memperpanjang tenor, menurunkan risiko refinancing, serta memperbesar porsi pembiayaan berbiaya murah. Langkah ini dinilai penting untuk menekan beban bunga di masa mendatang.
Tak kalah krusial, lanjut Rizal, adalah peningkatan kualitas belanja negara.
Menurutnya, setiap tambahan utang harus mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan biaya bunganya.
“Tanpa langkah-langkah ini, beban bunga utang berisiko menjadi jebakan fiskal yang menghambat pembangunan jangka panjang,” pungkasnya.
Sebelumnya, dalam laporan Bank Dunia berjudul Fondasi Digital untuk Pertumbuhan edisi Desember 2025, Bank Dunia menilai pembayaran bunga utang Indonesia masih menyerap porsi besar pendapatan negara. Kondisi ini terjadi meski pembiayaan tergolong longgar dan biaya pinjaman berhasil ditekan.
Laporan itu mencatat rasio pembayaran bunga terhadap pendapatan mencapai 20,5 persen hingga Oktober 2025.
Tekanan fiskal juga tecermin dari defisit anggaran, karena defisit naik dari 1,4 persen PDB pada Oktober 2024 menjadi 2,0 persen PDB pada Oktober 2025. (man)


