Jakarta, Harian Umum - Aliansi Masyarakat untuk Kebangsaan (AMUK) meminta Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan agar memvonis bebas Laras Faizati, terdakwa perkara penghasutan pada demo Agustus 2025 yang diwarnai kerusuhan.
Pada sidang yang digelar Senin (24/11/2025), majelis hakim yang dipimpin I Ketut Darpawan menolak eksepsi Laras, sehingga sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara.
"Kami menyampaikan dukungan penuh kepada Laras Faizati, seorang warga negara yang saat ini berstatus terdakwa dalam perkara pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. AMUK menilai bahwa proses hukum yang dihadapi Laras menunjukkan indikasi kuat adanya penyempitan ruang kebebasan sipil, serta kekhawatiran bahwa pendapat atau kritik warga negara dapat diperlakukan sebagai tindak pidana," kata AMUK, dikutip dari siaran tertulisnya, Kamis (27/11/2025).
Menurut AMUK, pemidanaan terhadap Laras oleh Polda Metro Jaya hingga disidangkan di PN Jaksel, bertentangan dengan prinsip demokrasi dan perlindungan hak-hak konstitusional yang menjamin hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana diatur pada pasal 28E ayat (2) dan (3), serta pasal 28F UUD 1945.
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 menyatakan; "Setiap orang berhak atas kebebasan menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya".
Sementara Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menyatakan; “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat', dan Pasal 28F UUD 1945 menyatakan; “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi$.
Pemidanaan Laras, sambung AMUK. juga bertentangan dengan pasal 23 dan 25 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang melindungi hak berekspresi dan menyampaikan pendapat.
"Dalam negara demokrasi, kritik bukan kejahatan. Warga yang menyuarakan keresahan sosial tidak boleh diperlakukan sebagai pelaku kriminal,' tegas AMUK.
Lebih jauh, AMUK menilai pemidanaan Laras mengandung unsur kriminalisasi.
"Penangkapan dan proses hukum terhadap Laras menimbulkan pertanyaan serius dari masyarakat sipil, karena ia dikenal aktif menyuarakan pendapat dan kritik sosial. Penangkapannya berlangsung dalam konteks semakin menyempitnya ruang kebebasan sipil di Indonesia," katanya.
AMUK mengakui kalaunsaat ini ada kekhawatiran bahwa pasal-pasal yang digunakan untuk menjerat Laras merupakan bagian dari pola over-kriminalisasi terhadap ekspresi warga.
"AMUK tidak bermaksud mengintervensi kekuasaan kehakiman, namun berhak menyuarakan kegelisahan publik atas potensi penyimpangan proses hukum," tegasnya.
Laras bukan satu-satunya pengguna media sosial yang dijerat dengan kasus penghasutan saat demo pada Agustus 2025, karena dia dijerat akibat postingannya di akun Instagram @Larasfaizati.
Selain Laras, Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen (DMR) sekaligus admin akun Instagram @lokataru_foundation; Muzaffar Salim (MS) selaku staf Lokataru dan admin akun Instagram @blokpolitikpelajar; Syahdan Husein (SH) selaku admin akun Instagram @gejayanmemanggi; dan Khariq Anhar (KA) selaku admin akun instagram @AliansiMahasiswaPenggugat juga dijerat dengan perkara yang sama.
Laras ditangkap pada 1 September 2025 dan oleh Polda Metro Jaya langsung ditahan di Rutan Bareskrim Polri. Ia dijerat dengan Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
AMUK mengajak publik mengawal sidang Laras agar sejalan dengan prinsip bahwa persidangan harus berlangsung transparan, tidak boleh ada tekanan politik, hak-hak terdakwa harus dilindungi, dan perempuan yang bersuara tidak boleh diintimidasi atau dipidanakan.
"Kehadiran masyarakat sipil, media, dan lembaga pengawas sangat penting untuk memastikan persidangan berlangsung objektif dan adil," pungkas AMUK. (rhm)







