Jakarta, Harian Umum - Angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia dipastikan meningkat akibat gelombang pemutilusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi secara masif.
Setelah Sritex Group mem-PHK 10.665 karyawannya pada Rabu (26/2/2025) akibat pailit dan akan tutup total per 1 Maret 2025, sebanyak 1.100 karyawan di dua pabrik piano milik Yamaha di Indonesia juga terancam di-PHK karena kedua pabrik itu akan menghentikan operasinya pada tahun ini.
Seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (28/2/2025), menurut Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz, kedua pabrik yang akan tutup adalah PT Yamaha Music Product Asia di kawasan MM2100, Bekasi, dan PT Yamaha Indonesia di Pulo Gadung, Jakarta Timur.
"PT Yamaha Music Product Asia akan tutup pada akhir Maret 2025. Pabrik ini mempekerjakan sekitar 400 orang. Sementara PT Yamaha Indonesia di Pulo Gadung yang memiliki 700 karyawan akan berhenti beroperasi pada akhir Desember 2025," kata Raden.
Kedua pabrik tersebut merupakan divisi produksi piano dan berkaitan dengan induk usaha mereka, Yamaha Corporation. Menurut Riden, keputusan penutupan diambil lantaran permintaan pasar yang terus menurun, sehingga produksi dialihkan ke pabrik Yamaha di China dan Jepang.
"Kedua-duanya pabrik divisi piano, karena order menurun diputuskan diproduksi di China dan Jepang," ujarnya.
Menanggapi hal ini, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, secara umum industri manufaktur di Indonesia masih mengalami pertumbuhan positif, yang terlihat dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) serta Purchasing Manufacture Index (PMI) yang terus berada di atas 50 poin.
"Ini yang sedang kami pelajari walaupun perusahaan-perusahaan yang tutup itu menurut pandangan kami sama, jadi realisasi investasi baru cukup besar, gap-nya menunjukkan manufaktur tumbuh di atas 4 persen, tapi bukan berarti dia mewakili industri sepenuhnya, tapi kasus seperti itu (PHK) harus kita pelajari," ujarnya.
Agus menambahkan permasalahan penutupan pabrik harus dilihat secara holistik dari hulu ke hilir agar dapat diidentifikasi akar permasalahannya secara menyeluruh.
"Dalam pandangan kami, satu orang PHK itu masalah, karena PHK itu enggak boleh dilihat sebagai statistik. Kita harus mencoba merasakan gimana PHK itu, adik kita, kakak kita, maka isu kasus itu selalu kita pelajari. Apa dia tutup? Kalau tutup, kenapa? Mismanagement? Over ekspansi? Atau tidak bisa bersaing dengan produk lain, sebut saja produk impor yang datang dari negara tertentu, artinya memang competitiveness mereka," jelasnya.
Agus juga menyoroti faktor relokasi produksi ke luar negeri.
"Kalau pindah pabrik relokasi, kenapa? Apa insentif negara tersebut lebih baik dari kita? Kenapa? Jadi semua kasus yang memang terdata, dari kita ada perusahaan-perusahaan tutup, PHK pasti kita pelajari," pungkasnya.
Hingga kini pihak Yamaha belum memberikan penjelasan terkait akan tutupnya dua pabrik piano milik perusahaan itu. (man)







