Jakarta, Harian Umum - Wacana pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali menguat seiring dengan evaluasi terhadap pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung yang dinilai menimbulkan banyak persoalan.
Tidak sedikit kepala daerah, baik gubernur, walikota dan bupati hasil pemilihan langsung yang kini terjerat kasus dugaan korupsi. Terbaru, Bupati Bekasi Ade Kuswara bersama bapaknya, HM Kunang, ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) karena menerima suap dari proyek-proyek yang ditangani Pemkab Bekasi.
Menilik kenyataan ini, Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah menegaskan Pilkada melalui DPRD sesuai dengan UUD 1945 dan dapat menjadi solusi atas tingginya biaya politik serta praktik transaksional yang selama ini membelit Pilkada langsung.
Menurut Amir, secara konstitusional tidak ada keharusan bahwa kepala daerah harus dipilih secara langsung oleh rakyat. Ia merujuk pada Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan bahwa gubernur, bupati dan walikota “dipilih secara demokratis”, tanpa merinci metode pemilihannya.
“Konstitusi tidak menyebut harus dipilih langsung. Pemilihan melalui DPRD tetap demokratis karena DPRD adalah representasi rakyat. Jadi, dari sisi hukum tata negara, pemilihan kepala daerah melalui DPRD sepenuhnya konstitusional,” kata Amir dalam keterangannya, Selasa (23/12/2025).
Biaya Tinggi Transaksional
Pilkada langsung yang selama ini diterapkan dinilai menimbulkan persoalan serius, terutama dari sisi pembiayaan politik yang sangat mahal. Anggaran negara yang digelontorkan untuk satu kali pelaksanaan Ppilkada mencapai triliunan rupiah, belum termasuk biaya kampanye yang harus dikeluarkan oleh para kandidat.
“Biaya tinggi ini menciptakan ruang subur bagi politik uang dan transaksi kekuasaan. Kandidat yang terpilih sering kali bukan yang paling berkualitas, tetapi yang paling kuat secara modal,” kata Amir.
Dampak lanjutan dari mahalnya biaya pilkada, yakni munculnya praktik balas budi politik setelah kepala daerah terpilih. Kondisi ini kerap berujung pada kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat dan membuka peluang korupsi di tingkat daerah.
Sebaliknya, Amir Hamzah menilai, pemilihan kepala daerah melalui DPRD jauh lebih efisien dan berbiaya rendah. Proses pemilihan dilakukan oleh wakil rakyat yang jumlahnya terbatas, sehingga tidak memerlukan logistik besar seperti pemilihan langsung.
“Dengan DPRD, prosesnya lebih sederhana, cepat dan hemat anggaran. Negara bisa mengalokasikan dana untuk kebutuhan yang lebih produktif, seperti pendidikan, kesehatan dan pembangunan daerah,” ujarnya.
Potensi transaksional dalam pemilihan melalui DPRD justru lebih mudah diawasi karena aktornya terbatas dan jelas. Untuk itu, Amir mendorong keterlibatan aparat penegak hukum secara aktif.
Untuk mengantisipasi transaksi politik, harus ada pengawasan ketat dari Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan sistem pengawasan yang kuat, praktik suap dapat ditekan.
Masyarakat Tetap Bisa Mengawasi
Meski tidak memilih secara langsung, Amir menegaskan, masyarakat tidak kehilangan peran dalam sistem pemilihan melalui DPRD. Ia mendorong keterlibatan publik dalam bentuk pengawasan, transparansi dan kontrol sosial terhadap proses pemilihan.
“Masyarakat bisa mengawasi, mengkritisi dan menilai bagaimana DPRD menjalankan mandatnya. Prosesnya harus terbuka, disiarkan ke publik dan bisa dipantau oleh masyarakat sipil serta media,” terang Amir.
Demokrasi tidak hanya dimaknai sebagai pencoblosan langsung, tetapi juga mencakup akuntabilitas, transparansi dan keterwakilan. Selama prinsip-prinsip tersebut dijaga, pemilihan melalui DPRD tetap mencerminkan kedaulatan rakyat.
Amir menekankan perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa. Ia mendorong adanya kajian akademik mendalam, diskusi publik, serta dialog nasional yang melibatkan pemerintah, DPR, DPRD, partai politik, akademisi dan masyarakat sipil.
“Ini bukan soal mundur atau maju dalam demokrasi, tetapi soal menemukan format yang paling sesuai dengan kondisi bangsa. Demokrasi harus efektif, bukan sekadar prosedural,” pungkasnya. (rhm)


