Jakarta, Harian Umum - Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah Depo Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara, untuk mendalami kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
“Ada (penggeledahan di Plumpang),” ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Febrie Adriansyah seperti dilansir kompas.com, Rabu (12/3/2025).
Ia menjelaskan, dari penggeledahan itu penyidik menyita 17 kontainer dokumen yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Selain itu, penyidik juga mengambil sampel dari 17 tangki minyak dan mengamankan barang bukti elektronik,” imbuh Febrie.
Seperti diketahui, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka atas kasus yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun atau lebih dari Rp1.000 triliun dalam 5 tahun (2018-2023). Modus korupsi ini adalah mengoplos Pertalite (RON 90) menjadi seolah Peetamax (RON 92).
Dari sembilan tersangka, enam di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina, yakni:
1. Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan;
2. Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi;
3. Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin;
4. VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono;
5. Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan
6. VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
Sementara tiga tersangka lagi adalah para broker, yakni:
1. Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa;
2. Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan
3. Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Kesembilan tersangka ini disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (man)