Jakarta, Harian Umum- Center for Budget Analysis (CBA) mengendus ada lima proyek terkait pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) di Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri yang berpotensi menambah panjang daftar kasus proyek yang dugagas di era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2010 itu.
"Kelima proyek ini dikerjakan pada 2017 dan 2018, dan berpotensi menjadi skandal KTP-el jilid II. KPK harus membongkarnya," ujar Koordinator CBA Jajang Nurjaman melalui siaran tertulis kepada harianumum.com, Rabu (30/5/2018).
Ia menjelaskan, tiga dari kelima proyek itu adalah proyek Annual Technical Support Aplikasi Biometric KTP-el. yang menghabiskan dana sebesar Rp129.718.900.000 dari Rp299.095.142.409 yang disiapkan Kemendagri.
"Dua dari ketiga proyek ini dijerjakan pada 2017 dan proyek yang satunya dikerjakan tahun ini (2018)," imbuh Jajang.
Dua proyek lainnya adalah proyek Pengadaan Blangko KTP-el pada 2017 yang menghabiskan anggaran sebesar Rp158.643.900.000.
Untuk kelima proyek ini, jelas Jajang, CBA mencatat beberapa temuan.
Pertama, tender dua proyek Pengadaan Blangko KTP-el dimenangkan oleh perusahaan yang sama, yakni PT Pura Barutama yang beralamat di Jalan AKBP Agil Kusumadya 203 Kudus.
"Kemenangan PT Pura Barutama di dua proyek ini menurut kami sangat janggal karena perusahaan peserta lelang yang lain, seperti PT Trisakti Mustika Graphika, menawarkan harga pengadaan blangko KTP-el yang lebih efisien, yakni Rp2,7 miliar, tapi tetap digugurkan," jelas Jajang.
Kedua, untuk lelang proyek Annual Technical Support Aplikasi Biometric KTP-el Tahun 2017, pemenangnya juga perusahaan yang sama, yakni PT Telekomunikasi Indonesia dengan nilai kontrak Rp10.255.300.000, jauh lebih mahal dibanding harga yang diajukan PT Cahaya Anugrah Firdaus yang berada di kisaran angka Rp8,9 miliar.
"Secara keseluruhan, dalam lima proyek ini CBA menemukan potensi kebocoran uang negara sebesar Rp4,8 miliar. Ini sangat disayangkan karena ternyata Kemendagri hingga kini belum juga beres dalam menjalankan proyek KTP-el," pungkasnya.
Seperti diketahui, skandal korupsi KTP-el yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun, dianggap sebagai kasus terbesar saat ini karena menyeret sejumlah nama anggota DPR dan yang membuat ketuanya, Setya Novanto, tak hanya harus lengser keprabon dari jabatan itu, namun juga lengser dari jabatan ketua umum Golkar.
Saat penanganan kasus ini oleh KPK belum sepenuhnya tuntas, muncul kasus baru, yakni adanya penimbunan kepingan KTP-el yang menurut Kemendagri merupakan KTP-el rusak alias invalid, sebanyak 508.000 keping di gudang Kemendagri di Semplak, Bogor. Kasus ini terungkap setelah satu dus dan seperempat karung KTP-el jatuh dan berceceran di Jalan Raya Sawangan, Depok, dan Jalan Raya Salabenda, Semplak, Bogor, Sabtu (26/5/2018) lalu.
Sayangnya, tak semua orang percaya penjelasan Kemendagri, karena selain penggudangan telah dilakukan sejak 2013, KTP-el yang digudangkan pun berasal dari berbagai daerah, termasuk dari Sumatera Selatan yang berceceran di Depok dan Bogor.
Jajang mengatakan, untuk kasus yang terakhir ini pemerintah terlihat ketakutan.
"Ketakutan penguasa ini menyiratkan adanya tabir tersembunyi di balik penggudangan benda kecil yang tipis ini," katanya. (rhm)