Jakarta, Harian Umum - Presiden Prabowo Subianto optimistis dapat mengembalikan uang sebesar Rp300 triliun yang merupakan kerugian negara akibat kasus korupsi di PT Timah.
Optimisme Prabowo itu disampaikan saat menyaksikan penyerahan enam smelter aset PT Timah yang disita. Penyerahan tersebut dilakukan di smelter Tinindo Internusa, Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Senin (6/10/2025).
"Ke depan berarti ratusan triliun itu bisa kita selamatkan untuk rakyat kita," kata Prabowo, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden.
Prabowo menyebut, enam smelter dan barang-barang yang disita ini mencapai Rp 7 triliun. Namun, masih banyak tanah jarang dari PT Timah yang berpotensi memiliki nilai tinggi.
Oleh karenanya, ia optimistis kerugian Rp300 triliun dari PT Timah bisa dikembalikan ke masyarakat Indonesia.
"Tapi, tanah jarang yang belum diurai mungkin nilainya lebih besar, sangat besar. Tanah jarang, Monasit ya. Monasit itu 1 ton nilainya bisa ratusan ribu dollar, bisa sampai 200.000 dollar Amerika Serikat, monasit. Padahal total ditemukan puluhan ribu ton mendekati 4.000 ton," ungkap dia.
Untuk diketahui, kerugian negara akibat dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015-2022 mencapai Rp 300 triliun.
Kasus ini melibatkan banyak pelaku, di antaranya suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT). Ia bersama eks Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Awalnya, Harvey menghubungi Mochtar untuk kepentingan tersebut. Setelah beberapa kali melakukan pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), CV Venus Inti Perkasa (VIP), PT Sariwiguna Binasentosa (SBS), dan PT Tinindo Internusa (TIN), untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Saat disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Harvey divonis 6,5 tahun penjara, dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, akan tetapi hukumannya diperberat menjadi 20 tahun penjara.. (man)







