Jakarta, Harian Umum- Praktisi hukum Achmad Supyadi meminta kepolisian agar memeriksa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo terkait bercecerannya ribuan keping e-KTP di kawasan Depok dan Bogor, Sabtu (26/5/2018) malam.
Pengacara muda ini curiga Tjahjo dalang dari kejadian itu.
"Mendagri Tjahjo Kumolo perlu diperiksa kepolisian, telusuri dugaan keterlibatannya apakah ada upaya pemalsuan atau itu memang e-KTP rusak. Bisa (diduga ) Mendagri Tjahjo Kumolo dalang tercecernya e-KTP ini," ujar Supyadi melalui akun Twitter pribadinya, @adv_supyadi, Senin (28/5/2018).
Seperti diberitakan sebelumnya, satu dus dan seperempat keping e-KTP berceceran di Jalan Raya Sawangan, Depok, dan Jalan Raya Salabenda, Semplak, Bogor, Sabtu (26/5/2018) malam.
Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, melalui siaran tertulisnya, Minggu (27/5/2018), menjelaskan, e-KTP berjumlah ribuan itu jatuh dari mobil yang membawanya dari gudang di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, ke gudang di Semplak, Bogor, Jawa Barat.
KTP-KTP itu, katanya, diterbitkan untuk warga Sumatera Selatan, namun kondisinya sudah rusak atau invalid.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Mardani Ali Sera, minta agar kasus bercecerannya ribuan keping e-KTP itu diaudit dan diinvestigasi karena ia melihat sejumlah kejanggalan.
Pasalnya, jika memang e-KTP itu rusak, mengapa tidak dimusnahkan di Sumatera Selatan tempat dimana e-KTP itu diterbitkan, karena alat perekam dan pencetaknya ada di kelurahan-kelurahan dan kecamatan di provinsi itu, mengapa justru dibawa ke Jakarta lalu dikumpulkan di Semplak, Bogor?
Inisiator tagar #2019GantiPresiden ini mengakui, dalam situasi yang mendekati pelaksanaan Pilkada serentak 2018, kasus ini menimbulkan prasangka di kalangan masyarakat .
"(Karena itu) harus dilakukan investigasi dan audit menyeluruh. Ini bukan masalah kecil, dan Kemendagri tidak dapat menganggap ini masalah sepele yang selesai dengan penjelasan melalui rilis (WA) dari Dirjen Dukcapil. Ini menyepelekan masalah," katanya melalui akun Twitter pribadinya, @MardaniAliSera, Minggu (27/5/2018).
Kecurigaan kalau e-KTP itu akan digunakan untuk Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 juga diungkap Ketua Addokat Cinta Tanah Air (ACTA) Habiburrokhman.
"Gua justru bertanya bagaimana menilai validitas pernyataan pejabat yang bilang e-KTP tercecer itu invalid? Terlihat di foto tidak cacat fisik? Bagi petugas TPS dan mayarakat bagaimana membedakannya?" kata dia melalui akun @habiburrokhman.
Politisi Gerindra ini bahkan memgingatkan kalau e-KTP dapat digunakan untuk mencoblos meski pemegangnya tidak tercantum di daftar pemilih tetap (DPT) maupun daftar pemilih tambahan (DPTb) saat Pilkada dan Pemilu.
"Guys, ini pasal 348 UU Pemilu, jelas bahwa e-KTP hisa digunakan untuk nyoblos walau tidak masuk DPT atau DPTb. Makanya, audit e-KTP tercecer harus libatkan DPR dan publik supaya gak saling curiga. Jangan sampai muncul ghost voters! Cocok?" katanya.
Dari data yang diposting pengacara muda ini diketahui kalau pasal 348 ayat (1) UU Pemilu menyatakan; "Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi:
c. Pemilik kartu tanda penduduk elektronik yang tidak terdaftar pada daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan
Tjahjo sendiri terkesan sangat marah ketika tahu ada ribuan keping e-KTP tercecer di Depok dan Bogor, dan meminta Zudan memproses pemecatan pejabat di bidang Dukcapil karena dianggap menjadi pihak yang bertanggung jawab atas kejadian ini.
"Selasa (29/5/2018) besok harus selesai usulan mutasi pejabat Dukcapil yang harus bertanggungjawab dan di-non-jobkan," kata Tjahjo di Jakarta, Minggu (27/5/2018).
Politisi PDIP ini menuding, bercecerannya ribuan e-KTP itu bukan kelalaian, tapi kesengajaan, karena e-KTP itu diangkut dengan mobil bak terbuka dan tanpa penjagaan.
"Pasti ada unsur sabotase. Walau e-KTP rusak atau invalid, kenapa tidak langsung dihancurkan, dan kenapa harus memindahkan ke gudang Dukcapil di Bogor? Apa tidak ada juga truk tertutup (untuk mengangkutnya)?" tanya dia.
Politisi PDIP ini bahkan memerintahkan Zudan agar segera memusnahkan e-KTP itu dengan cara dibakar.
"Harusnya tetap waspada, karena bisa disalahgunakan. Saya juga minta polisi mengusutnya," tegas dia. (rhm)