Jakarta, Harian Umum - Keluarga Charlie Chandra dengan didampingi Inisiator Forum Purnawirawan Prajurit (FPP) TNI Dwi Tjahyo Soewarsono SH MH, Selasa (12/8/2025), mendatangi Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) untuk meminta perlindungan dan pengawasan/atensi/supervisi/monitoring terhadap majelis hakim yang menangani perkara Charlie di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Banten.
Charlie Chandra adalah warga Pademangan Timur, Jakarta Utara, yang didakwa jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang memalsukan dokumen balik nama sertifikat hak milik (SHM) Nomor 5/Lemo atas nama ayahnya sendiri; Sumita Chandra (dokumen Lampiran 13). Oleh JPU, ia bahkan telah dituntut 5 tahun penjara karena dianggap terbukti melanggar pasal 263 ayat (1) KUHP juncto pasal 55 KUHP.
Dakwaan itu didasari laporan PT Mandiri Bangun Makmur (MBM), anak perusahaan Agung Sedayu Group milik Taipan Sugianto Kusuma alias Aguan yang bersama Salim Group milik Taipan Anthony Salim menjadi pengembang proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Keluarga Charlie yang diwakili Henry, dan Dwi Tjahyo diterima Kepala Bawas MA Suradi S.sos, SH, MH; dan Inspektur Wilayah II Bawas MA.
Dwi Tjahyo yang pada tahun 2007 hingga 2022 menjabat sebagai Hakim Ad Hoc PHI Mahkamah Agung, mendampingi Henry dalam rangka memberikan advokasi.
"Alhamdulillah kita diterima dengan sangat baik oleh Kabawas dan Inspektur Wilayah II Bawas MA," kata Dwi Tjahyo kepada pers setelah pertemuan.
Ia menjelaskan, pertemuan ini dilakukan untuk membahas surat pengaduan yang dikirimkan keluarga Charlie kepada Bawas MA pada tanggal 11 Agustus 2025, dan surat pengaduan yang disampaikan melalui siwas.mahkamahagung.go.id.
Kedua pengaduan tersebut terkait perkara Charlie yang saat ini masih disidangkan di PN Tangerang dengan nomor perkara 856/Pid.B/2025/PN.Tng.
"Dalam surat pengaduan tersebut, keluarga Charlie Chandra memohon kepada Badan Pengawasan Mahkamah Agung untuk memberikan perlindungan kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Charlie, dan memohon kepada Kabawas untuk melakukan pengawasan atau atensi atau supervisi dan monitoring terhadap majelis hakim yang menangani perkara ini," imbuh Dwi Tjahyo.
Ia menegaskan, permohonan ini sangat penting demi menjaga independensi dan kualitas putusan hakim dalam memutus suatu perkara.
"Tentu (kami) berharap agar independensi hakim terjaga karena kalau hakim sudah diintervensi oleh pihak-pihak tertentu dan merasa terancam, maka produk hukum yang akan dihasilkan menjadi tidak baik dan kurang adil, karena sesuai pesanan," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, berdasarkan fakta persidangan selama proses pembuktian, terdapat banyak kejanggalan dalam perkara ini, karena JPU menjerat Charlie berdasarkan putusan pidana pemalsuan cap jempol The Pit Nio yang dilakukan Paul Chandra ketika menjual tanah seluas 8,71 hektare di Desa Lemo, Kabupaten Tangerang, Banten dengan AJB (akta jual beli) Nomor 202 kepada Chairil Wijaya.
Putusan pidana nomor 569 Tahun 1993 yang diterbitkan PN Tangerang itu memvonis Paul dengan hukuman pidana 6 bulan penjara, akan tetapi tidak membatalkan AJB Nomor 202 karena dalam putusan itupun The Pit Nio yang menjadi saksi mengatakan bahwa tanah yang dijual itu memang milik Paul Chandra, sehingga AJB Nomor 202 itu sah.
Oleh Chairil, tanah 8,71 hektare itu kemudian dijual kepada Sumita Chandra (ayah Charlie), dan AJB Nomor 202 kemudian diubah menjadi AJB Nomor 38 yang menjadi dasar terbitnya SHM Nomor 5/Lemo.
Kejanggalan lain, JPU terkesan sengaja mengabaikan adanya putusan perdata yang menguatkan bahwa tanah dengan SHM Nomor 5/Lemo itu sah milik Sumita Chandra, karena putusan PN Tangerang Nomor 569 Tahun 1993 pernah digugat Vera Jujiarti Hidayat yang mengaku mendapatkan hibah tanah itu dari The Pit Nio, ke PN Tangerang.
Gugatan ini awalnya dimenangkan Vera, sehingga AJB Nomor 202 yang telah berganti menjadi AJB Nomor 38 dinyatakan tidak sah, akan tetapi Sumita Chandra mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung, dan dimenangkan, sehingga melalui putusan Nomor 726 Tahun 1998, AJB Nomor 202 kembali dinyatakan sah.
Vera mengajukan kasasi, akan tetapi ditolak Mahkamah Agung. Tak menyerah, Vera mengajukan peninjauan kembali, akan tetapi kembali ditolak Mahkamah Agung, sehingga AJB 202 berikut turunannya, termasuk SHM Nomor 5/Lemo telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat milik Sumita Chandra.
PT MBM melaporkan Charlie memalsukan dokumen Lampiran 13 karena mendapat surat kuasa dari ahli waris The Pit Nio yang mengklaim bahwa tanah 7,81 hektar dengan SHM Nomor 5/Lemo itu milik neneknya tersebut yang tidak pernah diperjualbelikan, akan tetapi salah satu ahli waris The Pit Nio yang diharirkan JPU sebagai saksi, yakni Kelana, mengakui bahwa klaim itu tidak didasari alas hak apapun. Dia bahkan tak tahu menahu riwayat tanah itu dan dimana lokasinya.
"Saya tahu soal tanah itu dari paman saya yang sudah meninggal," katanya.
Sementara ahli waris The Pit Nio lainnya yang di BAP Polda Banten dan tercantum dalam BAP JPU, yakni Hamid, tidak dihadirkan JPU, meski Hamid disebut-sebut sebagai koordinator ahli waris The Pit Nio saat memberikan kuasa kepada PT MBM.
Lebih aneh lagi, dalam dakwaan JPU mengatakan, akibat perbuatan Charlie memalsukan dokumen Lampiran 13, PT MBM rugi Rp270 juta, akan tetapi tidak dapat memerinci kerugian itu karena apa saja, karena seperti diungkap Charlie saat pemeriksaan terdakwa maupun saat pledoi, sejak tanah itu dibeli tahun 1988 hingga melakukan balik nama pada tahun 2023, pajak atas tanah itu ia yang bayar.
Yang juga aneh, saat membacakan tuntutan, dalam pertimbangannya, JPU mengatakan, yang memberatkan dari perbuatan Charlie adalah karena perbuatannya merugikan PT MBM sebesar Rp270 juta. Padahal, saat Dirut PT MBM, yakni Nono Sampono, dihadirkan sebagai saksi, dia juga tidak dapat menjelaskan kerugian Rp270 juta itu atas dasar apa, dan melemparkan jawaban untuk itu kepada bagian legalnya, yakni Mety Rahmawati yang namanya tercantum dalam BAP.
Namun, JPU tidak menghadirkan Mety meski berdalih telah memanggil yang bersangkutan, akan tetapi tidak datang.
Saat Nono dijadikan saksi, dia bahkan mengakui tidak tahu kalau ada putusan perdata yang dimenangkan Sumita Chandra hingga tingkat peninjauan kembali, dan kembali melempar pertanyaan kuasa hukum Charlie atas hal ini, kepada bagian legalnya (Mety Rahmawati) yang tidak dihadirkan JPU dalam persidangan.
Kasus Charlie ini menjadi runyam karena pada Maret 2023, Kepala Kanwil BPN Provinsi Banten Rudi Rubijaya membatalkan SHM Nomor 5/Lemo dengan dalih cacat administrasi tanpa melalui proses peradilan, meski SHM itu telah berusia 35 tahun. Padahal, Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan; "Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut".
Sementara pasal 64 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 menyatakan, Dalam hal jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terlampaui maka pembatalan dilakukan melalui mekanisme peradilan.
Dan yang juga sangat aneh, JPU juga tidak menghadirkan Kepala Kanwil BPN Provinsi Banten Rudi Rubijaya sebagai saksi, setidaknya untuk diminta penjelasan mengapa pembatalan SHM Nomor 5/Lemo tidak dilakukan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. Apalagi setelah SHM Nomor 5/Lemo dibatalkan, Kanwil BPN Provinsi Banten menerbitkan SHGB untuk PT MBM. (rhm)