Jakarta, Harian Umum - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap bahwa sebaiknya penyelesaian utang PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dibayarkan dengan deviden BUMN, bukan dari APBN.
Purbaya mengatakan bahwa utang kereta cepat harus ditanggung Danantara yang saat ini mengelola semua aset BUMN, sehingga beban utang KCIC yang harus dibayar ke China, harus diselesaikan sendiri oleh Danantara, bukan dengan uang pajak.
"Kan KCIC di bawah Danantara ya, kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri," ucap Purbaya saat briefing di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dikutip dari kompas.com, Sabtu (11/10/2025).
Ia menambahkan, daripada menggunakan APBN, sebaiknya pembayaran utang dari pendanaan proyek KCJB dicicil menggunakan dividen BUMN yang dikumpulkan Danantara.
"Punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa dapat Rp 80 triliun atau lebih. Harusnya mereka manage (utang KCJB) dari situ. Jangan kita lagi," tegasnya.
Mantan bos Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini pun mengingatkan bahwa dividen BUMN tak lagi masuk sebagai pemasukan kas negara lewat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Jadi, ini kan mau dipisahin swasta sama government," tegasnya.
Seperti diketahui, KCIC merupakan perusahaan pemegang konsesi, sekaligus operator Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang kini bernama Whoosh. Sebanyak 60 persen saham KCIC dimiliki empat BUMN Indonesia yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), di antaranya PT KAI (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero).
Saat ini kondisi keuangan PT PSBI tengah berada dalam tekanan berat akibat operasional yang lebih besar dari pemasukan.
Pada tahun 2024, PSBI mencatat kerugian hingga Rp 4,195 triliun, sementara pada Januari-Juni 2025, PSBI menanggung kerugian sebesar Rp1,625 triliun, sementara utang yang harus dibayar mencapai Rp116 triliun
Utang ini berpangkal dari membengkaknya biaya pembangunan Whoosh dari US$ 6,02 miliar menjadi US$ 7,22 miliar.
Dari total biaya tersebut, sekitar 75 persen dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank atau senilai US$ 5,415 miliar. Dengan bunga tahunan utang pokok 2 persen dan bunga untuk cost overrun 3,4 persen per tahun, KCIC harus membayar US$ 120,9 juta per tahun. Itu pun hanya untuk bunganya.
Sebelum proyek ini dibangun, Presiden Joko Widowo alias Jokowi yang menggagas proyek ini, mengatakan bahwa proyek ini tidak akan membebani APBN, karena menggunakan skema B to B atau business to business, dan ternyata Jokowi berbohong. (man)