Jakarta, Harian Umum- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan disarankan untuk menunda pengelolaan empat pulau hasil reklamasi sebelum Perda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) disahkan.
Keempat pulau dimaksud adalah Pulau C dan D yang dibangun PT Kapuk Naga Indah; Pulau G yang dibangun PT Muara Wisesa Samudra; dan Pulau N yang dibangun PT Pelindo II.
"Kalau Anies tetap mengelola pulau-pulau itu sebelum Perda disahkan, maka Anies dapat dianggap telah menyalahgunakan wewenang karena membangun di pulau-pulau itu dengan tanpa payung hukum," kata Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah kepada harianumum.com di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (28/11/2018).
Seperti diketahui, sebelumnya Anies mengatakan kalau keempat pulau itu akan dimanfaatkan untuk kepentingan publik, dan pantai di Pulau C, D dan G akan dibuka untuk umum, sehingga masyarakat dapat berkunjung ke sana secara gratis.
Pantai di ketiga pulau itu bahkan telah diberi nama, yakni Pantai Kita untuk pantai di Pulau C, Pantai Maju untuk pantai di Pulau D, dan Pantai Bersama untuk pantai di Pulau G, sehingga jika nama pantai diketiga pulau itu digabung menjadi bernama Pantai Kita Maju Bersama.
Tak hanya itu, Anies juga telah menerbitkan Pergub Nomor 120 Tahun 2018 yang menunjuk PT Jakarta Propertindo (Jakpro) sebagai mengelola lahan di ketiga pulau tersebut. Pengelolaan mencakup perencanaan, pembangunan, dan pengembangan prasarana untuk kepentingan publik. Penataan di ketiga pulau itu saat ini tengah dirancang Jakpro bersama Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Bidang Pesisir.
Sebelumnya, pada Desember 2017 Anies menarik Raperda tentang RZWP3K dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang bakal menjadi payung hukum proyek reklamasi, dari DPRD dengan alasan akan disempurnakan, Hingga hari ini kedua Raperda itu belum dikembalikan untuk kembali dibahas Dewan dan disahkan.
Ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) ini mengingatkan bahwa dari keempat pulau reklamasi yang saat ini dikelola Pemprov DKI, satu di antaranya, yakni Pulau D, telah punya perjanjian kerjasama (PKS) dengan Pemprov DKI untuk selama 30 tahun, sehingga pengelolaan pulau milik PT Kapuk Naga Indah itu mau tidak mau harus juga mengacu pada isi PKS yang diteken pada 11 Agustus 2017 tersebut.
Dalam konteks ini, lanjut Amir, karena di Pulau C dan D telah banyak bangunan yang didirikan pengembang, maka Anies juga harus memperjelas yang mana aset milik Pemprov DKI dan yang mana milik pengembang di kedua pulau itu.
"Masalah penetapan aset ini dapat diatasi, antara lain, dengan menyelesaikan polemik kompensasi yang harus diberikan pengembang kepada Pemprov DKI sebagai lahan fasos/fasum apakah sebesar 5% atau 15%," katanya.
Selain hal tersebut, ia juga mengingatkan bahwa proyek reklamasi di Teluk Jakarta yang seyogyanya menghasilkan 17 pulau, sebelum izin 13 dari 17 pembangunan pulau itu dibatalkan Anies pada September 2018, dibagi menjadi tiga subkawasan, yakni kawasan usaha untuk yang di bagian barat, kawasan rekreasi di bagian tengah, dan infrastruktur kepelabuhanan di sebelah timur.
"Pembatalan izin pembangunan 13 pulau tersebut otomatis telah mengubah zonasi ketiga subkawasan itu, sehingga jika Perda Zonasi sudah disahkan, Anies dapat menyusun Rencana Detil Tata Ruang yang baru untuk kawasan itu sesuai dengan kondisi terkini, dan menentukan statusnya masuk kelurahan dan kecamatan mana," katanya.
Amir mengingatkan bahwa pembangunan yang tidak memiliki payung hukum akan rawan digugat tak hanya oleh pengembang, namun juga oleh masyarakat yang merasa dirugikan.
"Anies dapat digugat secara perorangan maupun class action sesuai Uu Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan," tutupnya. (rhm)