Jakarta, Harian Umum - Pembangunan proyek Reklamasi Pantai Utara banyak menuai pro dan Kontra di masyarakat. Apalagi kasus ini di bawa ke ranah politik sesuai Janji kampanya bagi Gubemur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Sebagai program Pemprov DKI yang banyak ditentang oleh masyarakat, terutama nelayan di Jakarta Utara karena dianggap mengancam kehidupan mereka dan ekosistim yang ada.
Tantangan berat ini yang harus dihadapi Anies dan Sandi dalam menyelesaikan masalah reklamasi. Karena rencana mereka menghentikan reklamasi, akan berhadapan dengan Presiden Joko Widodo yang mendukung reklamasi dan pemilik modal .
"Anies Baswedan dan Sandi terlanjur berjanji akan menolak pelaksanaan proyek tersebut. Janji itu wajib dipenuhinya," kata Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah, Saat menjadi pembicara diskusi terbuta bertajuk “Reklamasi Jakarta Untuk Siapa?” yang digelar Lembaga Pemantau Penyimpangan Aparatur Daerah (LP2AD) di Gren Alia Hotel, Rabu (7/9/2017).
Menurut Amir, bentuk dukungan presiden terhadap pembangunan pulau palsu di Pantai Utara Jakarta, terbukti dengan keluarnya sertifikat HGB untuk pulau C dan D milik taipan Sugianto Kusuma alias Aguan beberapa waktu lalu.
"Penerbitan HGB pulau reklamasi C dan D yang didukung Presiden Jokowi menjadi tantangan berat bagi Anies Sandi yang sejak kampanye lalu menegaskan penolakannnya pada reklamasi," ujar Amir.
Terlebih belakangan diketahui telah terbitnya sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB )Pulau G di luar sepengetahuan Pemprov DKI Jakarta.
"Bagaimana mungkin ada HGB sedang Perda Reklamasi sebagai payung hukum pelaksanaan reklamasi belum jelas.?" tuturnya.
Padahal, kata dia, setiap pelaksanaan kegiatan reklamasi seharusnya atas sepengetahuan Pemprov DKI Jakarta. Sebab jika pelaksanaan proyek reklamasi sudah selesai. maka seluruh aset harus diserahkan kepada Pemprov DKI. Sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden no.52 tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Proyek Reklamasi.
Kenyataan Ini juga harus mendorong Dewan untuk mempertanyakan sebenarnya seperti apa Perjanjian Pemprov DKI Jakarta dengan PT Kapuk Niaga dalam pelaksanaan proyek reklamasi.
"Apakah selama ini telah mendapatkan persetujuan dari dewan. Jika tidak, bisa jadi perjanjian tersebut cacat hukum. Seperti juga yang diumumkan NJOP di Pulau G sebesar 3,5 juta per m2 patut dipertanyakan,"katanya.
Menurut Amir Hamzah, Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang-Barang Milik Negara/Daerah telah menyebutkan bahwa gubernur adalah pemegang aset tertinggi.
"Dengan dasar peraturan dan perundangan inilah yang bisa dijadikan dasar hukum Gubernur Anies untuk melanjutkan atau menolak Reklamasi," jelasnya.
KPK Masih Harus Mengembangkan Korupsi Suap Reklamasi
Sejumlah pejabat eselon II Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah dipanggil sebagai saksi oleh KPK terkait perizinan pembuatan pulau (reklamasi) di pantai utara Jakarta. Para pejabat eselon II dipanggil komisi anti rasuah itu karena ada dugaan pelanggaran perizinan pembuatan pulau dan pembangunan fisik megaproyek bernilai ribuan triliun ini.
“Saya dapat informasi terpercaya, sudah ada dua pejabat eselon II yang dipanggil sebagai saksi oleh KPK terkait dugaan pelanggaran perundang-undangan, izin pembangunan di pesisir Jakarta,” katanya
Lebih lanjut Amir menambahkan, ke depan ini anggota DPRD juga akan dipanggil sebagai saksi dugaan pelanggaran perizinan pembangunan fisik di pulau buatan Pantura Jakarta. Amir menegaskan, reklamasi sesuai dengan pengertian dasarnya bukanlan membangun pulau baru (pulau palsu), tapi adalah untuk memperluas wilayah pesisir mulai dari bibir pantai sampai pada wilayah laut dengan kedalaman 8 meter.