Jakarta, Harian Umum- Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Sukamta, mengingatkan masyarakat Indonesia bahwa data mereka yang dicuri dari Facebook dapat dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab untuk kepentingan politik di 2019.
"Kita berkaca dari kasus pencurian data pengguna Facebook di Amerika; sebelum Pilpres digelar, 2-4 tahun sebelumnya data pengguna Facebook dicuri. Data itu ternyata digunakan oleh pihak asing untuk mengatur kemenangan calon presiden yang sudah diplot, sehingga saat Pilpres diselenggarakan, calon itu menang," katanya dalam diskusi bertajuk 'Maling Data Facebook' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/4/2018).
Ia menambahkan, apa yang terjadi di AS itu dapat pula terjadi di Indonesia pada 2018 dan 2019 nanti, karena hingga kini berapa sebenarnya jumlah data yang dicuri, data siapa saja yang dicuri, data itu kini disimpan dimana dan oleh siapa, belum jelas.
"Facebook mengklaim, data pengguna aplikasinya yang berasal dari Indonesia, yang dicuri sebanyak 1.960.000, tapi itu kan data versi dia, karena bisa saja data yang sebenarnya lebih dari itu," tegasnya.
Karena hal ini, pada Rabu (11/4/2018) Komisi 1 DPR akan memanggil Facebook untuk dimintai keterangan. Dan menurutnya, kasus ini menjadi pembelajaran betapa pentingnya memajukan penggunaan aplikasj lokal dibanding aplikasi internasional, karena ketika seseorang mengunggah data pribadinya di medsos, maka pada saat itu juga datanya menjadi konsumsi publik dan dapat dimanfaatkan pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
Karena hal ini pula, lanjut Sukamta, Komisi I DPR telah sejak lama mendesak pemerintah agar segera mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi, karena masalah perlindungan data ini sudah sangat urgen seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi dengan segala implikasinya.
"Kita sebenarnya berharap RUU itu sudah diajukan Januari 2018, namun tidak ada. Kita tunggu Februari, juga tidak ada. Karena itu kalau pemerintah memang belum siap, terbitkan Perppu (Peraturan Pemerintah Penggati Undang-undang) Perlindungan Data Pribadi yang dapat dijadikan dasar bagi kementerian dan lembaga terkait jika ditemukan kasus seperti pencurian data pelanggan Facebook ini," imbuhnya.
Ketika ditanya bagaimana modus penggunaan data Facebook dapat dijadikan alat untuk kepentingan politik? Sukamta menjelaskan; Semua orang yang datanya, apakah politikus, pejabat pembuat keputusan, atau masyarakat awam, maka para pemilik data ini akan dimanfaatkan dengan berbagai cara, sehingga secara sadar atau tidak, terpaksa akan tidak, akan tunduk pada kemauan si pencuri data.
Karenanya, tegas dia, pencurian data Facebook ini harus ditangani pemerintah dengan sangat serius, karena ini juga menyangkut masalah keamanan negara dan nasib negara ke depan.
"Saya rasa kita semua juga tak mau kalau presiden kita terus menerus presiden yang diplot oleh asing, bukan berdasarkan pilihan anak bangsa ini sendiri," katanya.
Hal senada dikatakan Agus Sudibyo, direktur Indonesia New Media Watch. Menurut dia, ketika seseorang melibatkan diri dengan media sosial, sesungguhnya dia tak hanya sedang melibatkan diri dengan network, tapi juga survailance capitalism atau kapitalisme yang memata-matai, sehingga begitu seseorang memasuki dunia media sosial, maka dia sudah mulai diintai dan kemudian datanya dijual.
"Karena itu hati-hati dengan internet dan medsos," katanya.
Meski demikian diakui, kelemahan orang Indonesia dalam menggunakan internet dan medsos adalah suka ganjen alias lebay, sehingga apa pun diposting ke sana.
"Saat ini rakyat Indonesia termasuk salah satu dengan pengguna internet dan medos yang terbesar di dunia. Menurut data per Januari 2018, pengguna Facebook di Indonedia mencapai 130 juta akun," katanya.
Dari pihak Kementerian Telekomunikasi dan Informasi (Kemenkoinfo) yang diwakili Henry Subiakto, staf Ahli Menkominfo, mengaku, kementerian takkan ragu-ragu menindak perusahaan Medsos yang melanggar undang-undang.
"Tapi tentunya penindakan tak boleh terburu-bueu karena harus dibuktikan dulu kesalahnnya," kata dia.
Meski demikian katanya, dengan telah direvisinya PP No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, semua PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) termasuk Facebook, bisa ditindak jika terbukti melanggar undang-undang.
Seperti diketahui, baru-baru ini publik dikejutkan oleh pemberitaan media asing bahwa data 87 juta pengguna Facebook telah dicuri dimana dari jumlah itu, 50 juta di antaranya berada di tangan Cambridge Analytica, sebuah firma analisis data.
Konon, data ini digunakan untuk kampanye pemenangan Trump pada Pilpres AS 2016 lalu. (rhm)