Jakarta, Harian Umum - Suara tangkap dan adili Presiden Joko Widodo (Jokowi) bergema dalam acara Silaturahmi Petisi 100 dan Tokoh-tokoh Nasional bertema "Rebut Kembali Kedaulatan Rakyat Dari Rezim Oligarkis" di Gedung Juang, Jakarta, Senin (19/8/2024).
Suara "tangkap dan adili Jokowi" itu bukan hanya disuarakan para narasumber dan hadirin, tetapi juga tertera pada banner yang dipasang panitia.
"Sisa waktu masa jabatan Presden Jokowi tidak sampai dua bulan lagi, tetapi bukannya melakukan pembenahan untuk mengakhin masa jabatan dengan baik, Jokowi malah semakin bernafsu mewariskan kekuasaan keluarga dan dipertahankan kepentingan oligarki, sehingga tak henti membuat kebijakan yang sarat kegaduhan atau huru-hara politik," kata Petisi 100 seperti dikutip dari siaran persnya.
Huru hara dimaksud antara lain merekayasa Gibran dan Kaesang menjadi Wapres dan calon kepala daerah, memaksakan perpindahan ibukota negara dari Jakarta ke Kalimamtan Timur, memberikan status Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk PIK-2 dan BSD di mana keduanya merupakan proyek swasta, menyandera para pimpinan Parpol dan tokoh politik agar tunduk dan mengikuti kemauan Istana, "mengakuisisi" Partai Golkar, dan lain-lain.
Selain itu, menurut Petisi 100, di era Pemerintahan Jokowi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) kian menjadi-jadi, sehingga terkesan menjadi "peliharaan" rezim.
"Ratusan ribu triliun uang negara pun diduga dirampok tanpa rasa berdosa. Kejaksaan Agung dan KPK tampaknya tampul menyeret orang-orang dekat Jokowi yang terlibat KKN ke meja hijau. Di akhir masa jabatannya, Jokowi meninggalkan utang lebih dari Rp8.800 triliun, jauh lebih besar dibanding akhir masa jabatan SBY yang hanya Rp2.608 triliun. Warisan utang ini menjadi beban berat rakyat dan bangsa Indonesia di masa depan. Kendakbecusan dan kegagalan mengelola ekonomi harus mendapatkan sanksi yang setimpal," kata Petisi 100 lagi.
Acara ini selain dihadiri para tokoh Petisi 100 seperti Marwan Batubara, Sofyan Sjafril, HM Mursalin, Rizal Fadillah, Brigjen (Purn) TNI Soenarko, dan Dindin S Maolani, juga hadir praktisi hukum Juju Purwantoro, KH Andri Kurnia, Brigjen (Purn) TNI Hidayat Purnomo, dan lain-lain.
Belasan tokoh secara bergantian diberi kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya. Pada momen inilah suara "tangkap dan adili Jokowi" bermunculan dan disambut dukungan dari hadirin.
Pada umumnya semua tokoh itu sepakat bahwa Jokowi harus ditangkap dari diadili karena telah melakukan pengrusakan yang luar biasa terhadap Indonesia.
Pengrusakan itu dilakukan dengan membuat kebijakan-kebijaoan yang melanggar aturan perundang-undangan dan konstitusi, pengabaian terhadap aspirasi rakyat, pembuatan kebijakan yang tidak pro rakyat tapi pro oligarki yang mengendalikan pemerintahannya, mengkoptasi partai-partai melalui cara-cara tidak terpuji seperti menyandera pimpinan-pimpinan partai itu yang miliki kasus hukum, dan diduga membuat kesepakatan dengan China yang dapat membahayakan kedaulatan negara yang antara lain terimplementasi melalui "impor" ribuan TKA China, proyek kereta cepat dan IKN.
Namun, mereka juga mengatakan bahwa semua ini terjadi karena DPR yang merupakan lembaga perwakilan rakyat tak dapat menjalankan tugas dan fungsinya akibat pimpinan partainya yang "disandera", sementara lembaga penegak hukum pun bahkan tak berani menyentuh Jokowi meski diduga ijazahnya palsu.
Petisi 100 dalam siaran persnya menilai, laporan kinerja tahunan yang disampaikan. Jokowi saat sidang tahunan MPR pada Sabtu (16/8/2024), sama sekali tidak bernilai karena tidak menampilkan "pertanggungjawaban" kerjanya yang menurut Petisi 100 minus.
"Sudah sepatutnya rakyat menilai pemerintahan Jokowi sangat bobrok dan sewenang-wenang, yang hanya melayani kelompok oligarkh, serta jauh dari menyejahterakan kehidupan rakyat," katanya.
Atas dasar itu, Petisi-100 menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Jokowi dan rezimnya telah gagal menunaikan amanat untuk memimpin negara dengan benar, jujur, professional, dan bertanggungjawab, sekaliguas telah melanggar prinsip- prinsip moral Pancasila.
Daya rusak Jokowi atas bangsa dan rakyat Indonesia sangat luar biasa. Atas kegagalan ini Jokowi harus secepatnya diberhentikan.
2. Segera proses dan adili Jokowi ke hadapan hukum atas dugaan perbuatan melawan hukum dan dugaan KKN yang dilakukan sendiri maupun bersama-sama. Jokowi melanggar sumpah jabatan, menginjak-injak konstitusi, dan mengangkangi sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan, serta berkhianat dengan menempatkan negara dalam cengkeraman konglomerat penghisap dan negara asing, khususnya Republik Rakyat China.
3. Mengubah sistem Pemilu menjadi sistem distrik, sehingga terjadi penyederhanaan sistem kepartaian secara alamiah, menghasilkan anggota legislatif yang kritis dan berkualitas, serta dapat lebih memfungsikan partai politik sebagai penyalur aspirasi dan kepentingan rakyat.
4. Mendesak TNI dan Polri lebih memihak rakyat dibanding cenderung memihak kepentingan penguasa dan/atau konglomerat. TNI dan Polri dituntut melindungi dan berjuang bersama masyarakat melawan kezaliman rezim oligarki nepotis
5. Menggugah dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk peduli dan bergerak bersama memperbaiki bangsa dan negara menuju kehidupan politik yang lebih demokratis, bermoral dan bertanggung jawab. Gerakan kekuatan rakyat semesta atau people power menjadi suatu keniscayaan. (rhm)


