Jakarta, Harian Umum - Pemerhati Telematika Roy Suryo menilai, penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus ijazah mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi, bisa menjadi preseden buruk.
Pasalnya, terkait ijazah Jokowi, yang ia lakukan adalah meneliti dokumen publik.
"Saya selaku pemerhati Telematika, memiliki hak hukum dan juga memiliki hak untuk melakukan penelitian atas keterbukaan informasi publik berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2008 yang merupakan penjabaran dari UUD 1945 pasal 28F, dan hak ini juga diatur dalam declaration of human right," kata Roy di Mabes Polri, Jumat (7/11/2025).
Karena hal tersebut, Roy mengatakan dirinya bebas melakukan penelitian terhadap dokumen publik.
"Yang saya teliti adalah dokumen publik (salinan ijazah Jokowi). Jadi, ini adalah preseden buruk kalau ada seseorang yang meneliti dokumen publik kemudian ditersangkakan dan dikriminalisasi,' katanya.
Meski demikian, Roy mengatakan bahwa dia menghormati penetapan tersebut, dan menyikapinya hanya dengan senyuman.
.
'Yang kedua, kami tetap menghormati penetapan tersangka. Saya tidak mendengar adanya perintah penahanan. Sikap saya, senyum saja," katanya.
Ketika ditanya apakah akan mengajukan praperadilan? Roy mengatakan akan mendiskusikannya dulu dengan tim pengacaranya.
Seperti diketahui. Polda Metro Jaya menetapkan delapan tersangka dalam kasus pencemaran nama baik, fitnah, dan manipulasi data yang dilaporkan Jokowi, karena ijazahnya dituding palsu.
Selain Roy Suryo yang diinisialkan dengan RS, tujuh lainnya adalah Rismon Hasiholan Sianipar (RHS), Tifauzia Tyassuma (TT), Eggi Sudjana (ES), Kurnia Tri Royani (KTR), Rustam Effendi (RE), Muhammad Rizal Fadillah, dan Damai Hari Lubis (DHL).
Roy Suryo, Rismon, dan Tifauzia yang dimasukkan dalam klaster kedua, dijerat dengan Pasal 310, Pasal 311 KUHP, Pasal 32 Ayat 1 juncto Pasal 48 Ayat 1, Pasal 35 juncto Pasal 51 Ayat 1, Pasal 27a juncto Pasal 45 Ayat 4, Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45a Ayat 2 Undang-Undang ITE.
Sementara Eggi, Kurnia, Rustam, Rizal Fadillah dan Damai Hari Lubis yang dimasukkan dalam klaster pertama dijerat dengan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 dan/atau Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan/atau Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 A Ayat 2 UU ITE. (rhm)


