Jakarta, Harian Umum - Ekonom yang juga direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengingatkan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa agar tidak terlalu pede (percaya diri) setelah dilantik pada Senin (8/9/2025).
Hal tersebut dikatakan Bhima terkait sesumbar Purbaya bahwa dia bisa membuat ekonomi “cerah” dalam 2-3 bulan ke depan, dan bahkan yakin ekonomi dapat tumbuh 8% sebagaimana target Presiden Prabowo Subianto dengan mengatakan, mencapai pertumbuhan setinggi itu bukan hal yang mustahil.
Padahal, ia sendiri tidak memungkiri bahwa kondisi perekonomian Indonesia saat ini tengah mengalami perlambatan.
“Menkeu jangan over-pede. Sebaiknya tetap humble, dan empati saat memberikan keterangan pers,” ujar Bhima seperti dilansir Kompas.com, Rabu (10/9/2025).
Ia meminta Purbaya fokus pada kebijakan yang menjawab tuntutan publik,seperti keringanan pajak bagi pekerja dan kelompok menengah bawah, dan publik pun perlu mendapat informasi mengenai keberlanjutan efisiensi anggaran, serta reformasi tata kelola utang.
“Fokus saja benahi rasio pajak yang rendah dengan inovasi pajak dan mengejar kepatuhan pajak di sektor ekstraktif,” saran Bhima.
Menurutnya, hal tersebut dapat menjadi momentum bagi Purbaya untuk menunjukkan jalan keluar dari masalah fiskal.
Untuk pemulihan kondisi ekonomi, Bhima menyebut dalam waktu pendek ada dua hal yang mendesak untuk dilakukan oleh Purbaya, yakni:
1. Semua kebijakan pajak yang memberatkan konsumen domestik harus diturunkan, termasuk PPN idealnya dipangkas dari 11 persen ke 8 persen seperti yang dilakukan Vietnam.
2. Pentingnya relaksasi efisiensi anggaran agar perputaran uang di daerah lebih tumbuh, dan mencegah naiknya retribusi dan pajak daerah.
Sementara Dosen Komunikasi Universitas Indonesia (UI) Whisnu Triwibowo mengatakan, secara mikro perlu dipahami konsep ethos, pathos, dan logos untuk memahami komunikasi publik seorang pemimpin atau pejabat publik.
Secara ethos atau kredibilitas, Purbaya dinilai berusaha untuk membangun kredibilitas dengan mengaku pernah membantu SBY dan Jokowi. Purbaya ingin menunjukkan kepada publik bahwa ia adalah sosok yang kredibel.
Hal itu, menurutnya, lumrah dilakukan karena figur Purbaya belum begitu dikenal banyak orang.
“Wajar sebagai pejabat publik baru dia mencoba menjual ‘jualannya’. Kalau bahasa saya, dengan menyebut figur-figur, (itu) untuk menunjukkan bahwa dia orang yang bisa kerja, dia punya CV, dia punya kredensial yang bagus. Itu bisa dipahami,” jelas Whisnu kepada kompas.com.
Namun, ia mengingatkan bahwa komunikator harus memahami suasana kebatinan publik karena berkaitan dengan pathos atau emosi dari pendengar.
Menurutnya, saat ini publik dalam kondisi yang sedang tidak baik-baik, sehingga komunikator harus bisa membuat ucapan yang berempati.
Diksi yang tepat untuk diucakann Purbaya, menurut Whisnu, adalah diksi yang lebih netral dengan menyebutkan bidang pekerjaan yang relevan dengan posisinya sebagai menteri.
Terakhir, kata Whisnu, dalam menyampaikan statemen, Purbaya hendaknya juga memahami logos atau kumpulan bukti logis untuk dirinya sendiri.
Whisnu menilai, publik membaca gaya bicara Purbaya sebagai hal yang tidak logis karena ia baru dilantik menjadi Menkeu, akan tetapi telah mengatakan bahwa masalah ekonomi bisa dipecahkan, ditambah mengaku pernah membantu sejumlah pihak di pemerintahan.
"Publik kan juga enggak lihat fakta dan evidensinya dari Beliau, karena kan belum tahu rekam jejaknya. Jadi, kebatinan publik masih anti dengan, mungkin dengan pejabat publik yang kita lihat dari kasus anggota DPR, kan arogansi juga kan ucapannya,” kata Whisnu.
Ia menangkap opini publik atas apa yang dikatakan Purbaya adalah bahwa Menkeu Baru itu terlalu percaya diri, mengecilkan permasalahan dan situasi Indonesia saat ini, dan seterusnya.
"Adahal dia baru dilantik dan belum kerja," pungkasnya. (rhm)