Jakarta, Harian Umum- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno disarankan untuk menghentikan upaya pembatalan pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW), dan menuntaskan kasus ini dengan menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kasus pembelian lahan seluas 3,64 hektare yang menurut hasil audir BPK merugikan negara Rp191 miliar ini terlalu susah dibatalkan, sementara alasan KPK bahwa Ahok tidak punya niat jahat saat membeli lahan itu pada 2014 sehingga penanganan kasus ini menjadi terkatung-katung, dapat dipatahkan," tegas pengamat kebijakan publik Amir Hamzah kepada harianumum.com di Jakarta, Kamis (31/5/2018).
Ia menjelaskan alasan mengapa pembelian lahan RSSW yang menguras APBD DKI 2014 hingga Rp755,78 miliar itu terlalu susah dibatalkan.
Pertama, karena Ketua Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) Kartini Muljadi telah menolak mengembalikan uang Rp191 miliar yang disebut BPK sebagai kerugian keuangan DKI, yang dihitung berdasarkan selisih NJOP di kawasan Tomang, Jakarta Barat, yang sebesar Rp7 juta/m2 dengan NJOP yang digunakan Ahok dan YKSW saat transaksi, yakni Rp20,75 juta/m2.
Kedua, karena pihak Kartini dan Ahok yang diwakili kepala Dinas Kesehatan saat itu, Dien Emawati, pada 17 Desember 2014 menandatangani Akta Pelepasan Hak di hadapan notaris Tri Firdaus Akbarsyah.
"Maka, kalau pembatalan dilakukan, akta ini juga harus dibatalkan. Pertanyaannya, apakah Kartini mau membatalkannya? Saya yakin tidak, karena jika pembatalan dilakukan, maka Kartini juga harus menyerahkan seluruh uang yang telah dia terima, yang mencapai Rp755,78 miliar," tegas Amir.
Ketua Budgeting Metropolitan Watch ini menyarankan, daripada Anies-Sandi menghabiskan waktu dan enerji untuk sesuatu yang ujungnya hanya seperti membentur tembok, sebaiknya langsung saja gugat KPK atas cara lembaga ini menangani kasus tersebut.
"Banyak praktisi hukum yang mengatakan bahwa cara KPK menangani kasus ini tidak wajar, karena KPK menggunakan masalah "niat" sebagai argumen untuk menyatakan tidak ada korupsi dalam kasus pembelian lahan RSSW. Anies-Sandi melalui biro hukum dapat mematahkannya," tegas Amir.
Aktivis senior ini bahkan mengatakan, Ahok bukan cuma berniat korupsi saat membeli lahan dengan sertifikat masih berstatus Hak Guna Bangunan (HGB) itu, namun juga menyalahgunakan wewenangnya sebagai gubernur Jakarta agar pembelian lahan itu mulus dan lancar.
"Pembelian berawal setelah Ahok bertemu Ketua Umum YKSW Jan Darmaji dan Ketua YKSW Kartini Muljadi pada 7 Juli 2014, dimana dalam pertemuan itu disepakati kalau Pemprov DKI cq Ahok akan membeli lahan RSSW seluas 3,64 hektare di Jalan Kyai Tapa nomor 1, Tomang, Jakarta Barat, dengan NJOP Rp20.775.000/m2," jelas Amir.
Kemudian, pada 8 Juli 2014, Ahok memberikan disposisi kepada Bappeda agar menyiapkan uang Rp800 miliar melalui APBD Perubahan 2014 untuk pembelian lahan RSSW, dan dana itu dimasukkan dalam pos anggaran Dinas Kesehatan.
Saat APBD Perubahan 2014 disahkan pada September dan dikoreksi oleh Kemendagri, anggaran pembelian lahan RSSW itu dicoret karena dinilai tidak memiliki payung hukum. Pencoretan itu tercantum dalam Keputusan Kemendagri Nomor 903-3717/2014 tentang Evaluasi APBD Perubahan DKI Jakarta 2014, pada poin 3 huruf a.
Poin yang dicoret ini berbunyi; "Belanja modal pengadaan semua tidak dianggarkan dalam Rancangan APBD Perubahan 2014, dianggarkan Rp800 miliar dalam kegiatan pembelian lahan RS Sumber Waras sebagai rumah sakit khusus kanker pada SKPD Dinas Kesehatan".
Menurut Amir, dari segi peraturan perundang-undangan saja cara Ahok memasukkan anggaran itu sudah salah, karena sesuai PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dalam APBD Perubahan tak boleh ada penambahan kegiatan baru, kecuali pengurangan atau pergeseran dari apa yang telah diputuskan saat APBD penetapan.
"Dari sini saja sudah terlihat kalau Ahok menyalahgunakan wewenang dan dengan sengaja menabrak PP demi memuluskan pembelian lahan itu. Jadi, bagaimana KPK bilang tidak ada niat Ahok untuk korupsi? Omong kosong kalau dari pembelian ini Ahok tidak mendapat fee," katanya.
Amir yakin niat Ahok makin menebal setelah tahu anggaran itu direkomendasikan Kemendagri untuk dicoret, karena anggaran itu tetap dipakai dan proses transaski pembelian pun dilakukan di luar kewajaran transaksi perbankan.
Dari copy transfer Ahok ke YKSW diketahui, uang Rp755,78 miliar untuk pembelian lahan RSSW ditransfer melalui Bank DKI ke rekening YKSW di bank yang sama. Transfer dilakukan pada tengah malam tanggl 30 Desember 2014 dimana transaksi perbankan sedang tutup.
Uang ditransfer dua kali, pertama sebesar Rp717.905.072.500 pada pukul 00.46 WIB, dan kedua Rp37.784.477.500 pada pukul 00.50 WIB.
"Pertanyaannya, mengapa ditransfer tengah malam di 30 Desember? Padahal APBD tutup buku pada 15 Desember?" kata Amir.
Pengamat ini meyakini, kalau Anies-Sandi telah meminta keterangan dari pejabat yang telah diperiksa KPK untuk kasus ini, jawaban pasti didapat. Mereka di antaranya Dien Emawati, Andi Baso (Bappeda) dan Sarwo Handayani (mantan anggota TGUPP).
Seperti diketahui, Anies-Sandi tengah berupaya menyelesaikan kasus hasil temuan BPK dari pengelolaan APBD 2014 ini. BPK merekomendasikan agar pembelian lahan RSSW dibatalkan, dan Anies-Sandi tengah mengusahakannya, namun belum membuahkan hasil.
Amir percaya, kalau Anies-Sandi memenangkan gugatan terhadap KPK, dan Ahok kemudian dipenjara, maka kasus pembelian lahan RSSW ini selesai dengan sendirinya. (rhm)