Jakarta, Harian Umum- Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) akan segera mengeluarkan rekomendasi untuk disampaikan kepada Gubernur Anies Rasyid Baswedan, terkait dugaan kesewenang-wenangan Kepala Unit Pengelolaan (UP) Perparkiran Tiodor Sianturi dan adanya dugaan korupsi di Unit Kerja Satuan Perangkat Daerah (UKPD) tersebut.
"Kita akan memberikan rekomendasi kepada Gubernur," kata Anggota TGUPP Izzul Waro kepada harianumum.com di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (27/7/2018).
Ketika ditanya rekomendasi seperti apa yang dikeluarkan TGUPP untuk Gubernur, Izzul enggan menjelaskannya.
Ia juga enggan menjelaskan apa hasil review TGUPP atas laporan warga terkait permasalahan di UP Perparkiran, yang membuat pihaknya mengeluarkan rekomendasi.
"(Rekomendasi itu kan) belum tentu digunakan Gubernur, karena tergantung kepada Beliau," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala UP Perparkiran diduga bertindak sewenang-wenang dengan memangkas remunerasi ratusan pegawai tetap non PNS hingga dua kali, namun tanpa dasar hukum yang jelas.
Pemangkasan pertama pada 15 Oktober-15 Desember 2017 dengan alasan karena hasil audit BPK menemukan adanya potensi kerugian hingga Rp1,8 miliar pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) itu, akibat kerugian pada pengelolaan 35 titik parkir milik PD Pasar Jaya, dan karena penerapan sistem Terminal Parkir Elektronik (TPEj juga merugi.
Sebanyak 278 pegawai tetap non PNS menjadi korban, dimana remunerasi pegawai berstatus staf dan kordinator lapangan dipotong hingga Rp2 juta/orang, sementara untuk asisten manajer dan manajer operasional dipotong antara Rp2 juta hingga Rp6 juta/orang.
Pemotongan kedua dilakukan pada 18 Juli 2018 dengan alasan karena pemasukan pada Juni 2018 anjlok, sehingga ditakutkan menjadi temuan BPK juga. Sebanyak 190 pegawai tetap non PNS jadi korban dimana remunerasi pegawai berstatus staf dan kordinator lapangan kembali dipotong hingga Rp2 juta/orang, sementara remunerasi asisten manajer dan manajer operasional kembali juga dipotong antara Rp2 juta hingga Rp6 juta/orang.
Pengamat Kebijakan Publik A!ir Hamzah menilai, pemotongan ini tidak memiliki dasar hukum karena tidak diatur dalam SK Gubernur Nomor 916 Tahun 2013 yang menetapkan UP Perparkiran sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dan juga tidak diatur dalam SK Gubernur Nomor 531 Tahun 1979 tentang Pertanggungjawaban kepada Gubernur dan Sekretaris Daerah yang menjadi acuan sistem kerja UP.
"Justru SK Gubernur Nomor 916 mengatur bahwa pegawai UP yang terdiri dari PNS dan non PNS itu setiap bulan tidak hanya menerima gaji, tapi juga remunerasi," katanya, Selasa (24/7/2018).
Selain hal tersebut, menurut ketua Budgeting Mertopolitan Watch (BMW) ini, temuan BPK tersebut terkait dengan kinerja UP Perparkiran sebagai Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD), bukan kinerja pegawai orang per orang.
"Pemotongan ini justru menunjukkan kalau kepala UP Perparkiran (Tiodor Sianturi) cuci tangan dan tak mau disalahkan. Padahal sebagai pimpinan, kepala UP lah yang paling bertanggung jawab atas temuan itu," katanya.
Dugaan korupsi muncul karena selama tiga tahun Kepala UP Perparkiran tidak menggelontorkan dana pembelian seragam bagi 2.600 juru parkir, sehingga para jukir itu membeli dari kordinator lapangannya masing-masing dengan cara dicicil.
Dugaan korupsi juga muncul saat UP Perparkiran membeli 201 unit TPE untuk parkir on street di jalan-jalan tertentu di Jakarta, karena saat itu BLUD ini menghabiskan dana hingga Rp25 miliar karena setiap unit TPE dibeli dengan harga Rp143 juta.
Pembelian ini dinilai aneh karena biasanya untuk pembelian sebanyak itu ada diskon dari pabrikan minimal 10%, dan juga biasanya ada fee sekitar 2,5%. Namun untuk pembelian produk Malaysia tersebut keduanya tak ada.
Bahkan dari 201 TPE yang dibeli, yang dapat digunakan dengan efektif hanya 20-30%-nya.
Persoalan-persoalan ini pada Maret 2018 sempat dilaporkan warga ke Komite Pencegahan Korupsi (KPK) DKI Jakarta, namun karena dianggap bukan kompetensi lembaga itu, maka dilimpahkan ke TGUPP. (rhm)