Jakarta, Harian Umum- Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada Kamis (15/11/2018) lalu, di hadapan para Caleg partainya, mengumumkan keinginan untuk mengundurkan diri.
Ia mengisyaratkan telah jenuh menyandang status sebagai orang pertama di partai berlambang banteng dengan moncong putih itu, dan ia pun telah memiliki kesibukan lain di luar partai.
"Memang saya kalau dilihat, perjalanan politik sudah cukup lama. Saya ketum parpol paling senior sekian lama belum diganti-ganti, padahal saya sudah lama berharap diganti. Saya juga, setelah diangkat menjadi Ketua Dewan Pengarah BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila), punya klesibulan lain," katanya.
Untuk itu, ia meminta Sekretaris Jendral (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto untuk mengurus tugas kepartaian, menggantikan dirinya.
Menanggapi hal ini, Hasto mengatakan kalau penggantian Megawati akan dilakukan melalui keputusan kongres.
"Ya tergantung arus bawah. Menurut saya, ketika keputusan kongres menghendaki Ibu Mega menjadi ketum, Beliau akan bersedia," kata Hasto di Jakarta seperti dikutip dari ROL, Sabtu (17/11/2018).
Megawati menjabat sebagai ketua umum PDIP sejak partai tersebut masih bernama PDI pada 1993. Kursinya sempat digoyang oleh Soerjadi lewat Kongres Luar Biasa PDI pada 1996, dan ia menolak hasil kongres itu. Maka, terbentuklah PDI Perjuangan dan sejak itu kursi Megawati tidak pernah goyah.
Pada Kongres PDIP 2015 di Bali, Megawati bahkan masih terpilih secara aklamasi.
Hasto menilai, panjangnya masa jabatan yang diemban Megawati merupakan sebuah dedikasi. Meski demikian diakui, sulit bagi putri Presiden Soekarno itu untuk turun tahta karena masih mendapat dukungan sangat kuat dari bawah.
"Apalagi dengan melihat tantangan-tantangan ke depan Pak Jokowi juga memerlukan pengawalan seorang pemimpin dengan pengalaman yang sangat luas seperti Bu Mega," imbuhnya.
Seperti diketahui, saat ini PDIP merupakan partai terbesar di Indonesia, dan merupakan partai penguasai bersama partai-partai koalisi yang terdiri dari Golkar, PPP, PKB, PKPI, Hanura dan NasDem. Di Pemilu 2019, jumlah koalisi ini bertambah dengan masuknya partai baru seperti PSI dan Garuda.
Meski demikian, banyak pengamat memprediksi pada Pemilu 2019 partai ini akan jatuh menjadi partai menengah atau bahkan partai kecil akibat pemerintahan yang diusungnya yang dianggap gagal mengemban amanah rakyat.
Indikasi kegagalan itu terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang jatuh ke 5%an dari 6% di era pemerintahan sebelumnya, kurs rupiah yang jatuh hingga 15.000/dolar AS, harga pangan yang mahal, dan situasi negara yang terus menerus ribut akibat kubu pemerintah dan oposisi yang terus saling serang.
Tak hanya itu, kehidupan umat antaragama yang semula tenang dan damai, kini rusaK kalau pemerintahan Jokowi-JK yang diusung koalisi PDIP, sangat nyata mengidap Islamophobia, sehingga hukum tumpul ke pendukung pemerintah, namun sangat tajam kepada umat Islam.
Bahkan sejumlah ulama dan aktivis Islam ditengarai mengalami kriminalisasi, dan pendiri FPI yang juga Imam Besar Umat Islam Indonesia, Habib Rizieq Shihab, terpaksa 'mengungsi' ke Saudi Arabia karena mengalami banyak kejadian yang mengancam nyawanya, setelah dikabarkan menolak tawaran uang Rp1 triliun agar mendukung pemerintah. (rhm)