Jakarta, Harian Umum- Direktur Eksekutif Indonesia for Transparancy and Akuntability (INFRA) Agus Chairudin menilai, Gubernur Jakarta Anies Rasyid Baswedan telah melakukan kesalahan fatal karena menunjuk PT Jakarta Propertindo (Jakpro) untuk mengelola Pulau C, D, G dan N yang merupakan pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta.
Pasalnya, pulau- pulau itu dibangun oleh pengembang dan tidak ada aturan yang menyatakan bahwa pemerintahan daerah (Pemda) dapat mengelola aset swasta, serta melakukan pembangunan di atas aset tersebut.
"Saya sudah cari di UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda dan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemprov DKI Jakarta yang mungkin dijadikan acuan oleh Anies untuk menunjuk Jakpro sebagai pengelola pulau hasil reklamasi, tapi tidak saya temukan. Maka, pertanyaannya sekarang, Anies melakukan itu atas dasar peraturan yang mana?" katanya kepada harianumum.com di Jakarta, kemarin.
Caleg Partai Perindo untuk Dapil DKI Jakarta V ini juga mempersoalkan status keempat pulau itu yang masih belum jelas masuk wilayah kelurahan dan kecamatan mana, serta belum adanya payung hukum yang mendasari pengelolaan pesisir utara Jakarta dimana keempat pulau hasil reklamasi itu berada.
Sebab, hingga hari ini Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K), dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Startegis Pantura Jakarta belum disahkan DPRD, karena pada Desember 2017 kedua Raperda itu ditarik Anies dengan alasan akan direvisi, dan belum dikembalikan ke Dewan.
"Yang bikin saya heran, DPRD kok diam saja? Padahal DPRD kan pada 2015 membentuk Pansus untuk zonasi wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran tata ruang di Jakarta yang berdampak pada kerusakan lingkungan? Seharusnya mereka bersuara dan memanggil Anies untuk dimintai penjelasan mengapa menugaskan Jakpro mengelola pulau reklamasi sebelum ada payung hukum atas kebijakannya itu," tegas dia.
Agus juga mengingatkan bahwa hingga kini belum ada kepastian berapa persen kewajiban pengembang menyerarkan lahan untuk fasos/fasum kepada Pemprov DKI dari total luas pulau reklamasi yang dibangun, karena saat masalah ini dibahas DPRD, KPK mengendus adanya suap dalam pembahasannya, sehingga salah satu anggota Dewan yang terlibat praktik itu, yakni M Sanusi dari Fraksi Gerindra, ditangkap dan divonis 10 tahun penjara, karena dinyatakan terbukti menerima suap hingga Rp2 miliar dari PT Agung Podomoro Land, salah satu pengembang pulau reklamasi.
Agus menegaskan, dengan belum jelasnya persentase penyerahan lahan tersebut, maka hak Pemprov DKI di pulau reklamasi itu belum ada, karena belum ada penyerahan, baik dari PT Kapuk Naga indah sebagai pengembang Pulau C dan D, dari PT Muara Wisesa Samudera (anak PT Agung Podomoro Land) sebagai pengembang Pulau G, maupun dari PT Pelindo II sebagai pengembang Pulau N.
Maka, ia pun mempertanyakan kebijakan Anies membangun jalur jalan sehat dan sepeda santai (Jalasena) di Pantai Pulau C dan D yang ground breakingnya dilakukan pada Minggu (23/9/2018), atas dasar apa? Apalagi karena sebelumnya Anies juga menamai pantai di kedua pulau itu dengan nama Pantai Kita dan Pantai Maju.
"Saya melihat pelanggaran Anies dalam mengelola pulau-pulau hasil reklamasi itu sangat nyata. Saya sarankan Anies stop dulu mengelola keempat pulau reklamasi itu hingga ada payung hukumnya dan hingga lahan fasos/fasum atas pembangunan keempat pulau reklamasi itu diserahkan," tegas Agus.
Seperti diketahui, sejak kampanye Pilkada Jakarta 2017, Anies memang telah menyatakan akan menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta, dan dibuktikan dengan mencabut 13 dari 17 izin pembangunan yang telah diberikan karena hingga izin dicabut, pembangunan belum dilakukan. Sisanya, empat pulau, katanya akan dikelola Pemprov DKI karena telah dibangun dan di kedua pulau itu bahkan telah berdiri kompleks perumahan elit dengan segala infrastrukturnya.
Anies sempat menyegel bangunan yang terdiri dari 409 unit rumah tinggal, 212 unit rumah kantor (Rukan), dan 311 unit Rukan dan rumah tinggal yang belum selesai dibangun itu pada Juni 2018, namun pada 23 November 2018 segel dicopot karena Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) telah mengeluarkan IMB untuk bangunan-bangunan tersebut dengan dalih karena Pulau C dan D telah memiliki HGB di atas HPL.
Saat Anies menyegel Pulau C dan D, banyak kalangan yang menyesalkan karena ratusan bangunan itu tidak langsung dibongkar meski belum memiliki IMB, sehingga timbul kecurigaan kalau kebijakan Anies menghentikan reklamasi hanya gimmick. Apalagi karena Anies juga menerbitkan Pergub Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi dan Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Namun Anies membantah dengan menyatakan bahwa ia konsisten dengan janjinya, dan menegaskan bahwa Pulau C, D, G dan N akan dikelola demi kepentingan masyarakat. Itu sebabnya dia lalu menunjuk Jakpro untuk mengelola pulau-pulau itu. (rhm)