Jakarta, Harian Umum - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan wakilnya, Sandiaga Uno, diharapkan memiliki orang-orang yang mampu menghadapi serangan para pendukung Ahok atau Ahokers, secara efektif dan efisien.
"Selama ini terlihat sekali kalau Anies-Sandi dan in circle-nya keteteran menghadapi mereka," kata Ketua Aliansi Masyarakat Jakarta (Anarta) M Rico Sinaga kepada harianumum.com, Senin (27/11/2017), di Jakarta.
Pegiat LSM senior ini mengakui, hingga kini Ahokers belum mampu move on atas kekalahan Ahok-Djarot oleh Anies-Sandi di Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, sehingga jika ada peluang sekecil apa pun yang mereka lihat, akan digunakan untuk menjatuhkan gubernur dan wakil gubernur yang pada Pilkada 2017 lalu diusung Partai Gerindra dan PKS itu.
Serangan tersebut sangat gencar setelah RAPBD 2018 disampaikan Anies dalam sidang paripurna 15 November, dan selama RAPBD itu dibahas oleh eksekutif dan legistaltif.
Catatan harianumum.com menyebutkan, serangan dilakukan antara lain karena dalam RAPBD 2018 terdapat anggaran Rehab Kolam DPRD sebesar Rp620 juta dan melonjaknya anggaran TGUPP dari hanya Rp 2,3 miliar pada APBD 2017, menjadi Rp28,5 miliar dalam RAPBD 2018.
Akibat keberadaan anggaran-anggaran yang dinilai tak masuk akal itu, DPRD pada 23 November lalu mendapat kiriman karangan bunga yang isinya menyatakan bahwa DPRD DKI, PDIP, PPP, Demokrat, Hanura, Golkar, PKB, NasDem menolak pemborosan APBD DKI 2018.
"Tolak kenaikan pajak dan retribusi, lawan korupsi, bela Pancasila, Adijaya Nusantara," kata Ahokers lagi sebagaimana tertera pada karangan bunga tersebut.
Rico mengakui, tangkisan Anies-Sandi atasa serangan itu dengan mengatakan RAPBD itu didasari KUA/PPAS yang disusun pemerintahan Ahok-Djarot, cukup ampuh untuk meredam serangan.
Tapi, katanya, ini hanya untuk sementara waktu, karena Ahokers pasti akan menyerang lagi, lagi dan lagi, selama Anies-Sandi masih menjadi DKI 1 dan 2.
"Yang jadi masalah sebenarnya karena Anies-Sandi telah merekrut orang-orang yang tidak tepat untuk membantunya di posisi-posisi strategis. Contohnya Sudirman Said yang dijadikan ketua Tim Singkronisasi. Sudirman memang orang hebat. Dia mantan Menteri ESDM. Tapi masalahnya, dia paham nggak soal anatomi birokrasi dan kelakuan para pejabat di lingkungan Pemprov DKI?" katanya.
Ia menilai, dengan adanya serangan terhadap Anies itu, Sudirman telah gagal melaksanakan tugas. Apalagi sebelum RAPBD 2018 dibacakan Anies di sidang paripurna DPRD, dengan dimotori Fraksi Gerindra dan PKS, DPRD sempat mengembalikan KUA/PPAS yang disusun pada Juli 2018 itu, untuk diperbaiki karena di dalamnya sama sekali tak ada program yang akan dijalankan Anies di 2018, yang sesuai dengan visi misinya sebagai pemenang Pilkada DKI 2017.
Sayang, karena item dalam KUA/PPAS tersebut luar biasa banyak, lebih dari 8.000, sementara berdasarkan PP No 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan daerah ditetapkan bahwa batas waktu pengesahan APBD adalah sebulan sebelum APBD berjalan, atau awal Desember 2017, revisi tak dapat maksimal.
Akibatnya, Anies-Sandi seperti terjebak perangkat Batman, karena di dalam RAPBD itu ternyata terdapat banyak anggaran yang kemudian dipermasalahkan para Ahokers.
"Saya sarankan Anies-Sandi merekrut orang seperti Amir Hamzah (pengamat kebijakan publik) karena dia tak hanya paham soal kelakuan birokrat di Jakarta, tapi juga tahu persoalan Jakarta hingga sekecil-kecilnya," kata Rico lagi.
Rico yakin, jika pengamat yang juga ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) itu dijadikan ketua tim singkronisasi, apa yang terjadi kepada Anies-Sandi sekarang dapat dihindari.
"Saya pribadi menyesalkan pada cara Anies-Sandi merekrut orang untuk masuk ke tim yang begitu penting. Apalagi karena dari pengamatan saya, orang-orang in circle-nya pun bukan orang yang paham tentang karakteristik Pemprov DKI. Meski di antara mereka ada yang pengusaha, akademisi dan lain-lain," pungkasnya. (rhm)