Jakarta, Harian Umum - Komisi Informasi Pusat (KIP), Selasa (28/10/2025), kembali menggelar sidang sengketa informasi dengan penggugat Pakar Kebijakan Publik Bonatua Silalahi dan tergugat Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Agenda sidang hari ini adalah ajudikasi non ligitasi atau pembuktian, serta mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan pihak Penggugat.
Kedua saksi tersebut adalah Pakar Telematika Roy Suryo yang pernah ikut menyusun UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Komisi Informasi Pusat (KIP); dan Yulianto Widiraharjo, ketua KIP DKI Jakarta periode 2012-2016.
Seperti diketahui, sengketa ini terjadi karena pada Agustus 2025 Bonatua selaku penggugat meminta salinan primer ijazah Jokowi yang digunakan saat Pilpres 2014 dan 2019, akan tetapi NARI tidak memberikannya, sehingga digugat.
Pada sidang hari ini kembali terungkap bahwa salinan ijazah itu belum dikuasai ANRI karena belum diserahkan KPU.
"ANRI tidak ada daya paksa (terhadap KPU)," kata pihak ANRI.
Majelis hakim yang dipimpin Syawaludin dan beranggotakan Handoko Agung Saputra serta Gede Narayana itu sempat bertanya selain salinan ijazah Jokowi yang tidak diserahkan kepada ANRI, apakah KPU menyerahkan dokumen Capres/Cawapres yang lain?
"Sejak Pemilu langsung (2004) tidak pernah diberikan,' jawab ANRI.
Dan tak hanya itu, ANRI juga mengatakan bahwa tidak ada sanksi pidana bagi pencipta arsip, termasuk KPU, jika tidak menyerahkan dokumen ke ANRI. Bahkan, katanya, pencipta arsip tidak punya kewajiban untuk menyerahkan dokumen untuk diarsipkan.
Sementara dalam keterangannya, Roy mengatakan bahwa memang ada informasi yang dikecualikan atau yang harus dirahasiakan, misalnya yang membahayakan negara.
"Ijazah tidak termasuk yang dikecualikan," katanya.
Usai sidang, Roy mengaku heran karena setelah KPU mencabut SK Nomor 731 Tahun 2025 yang merahasiakan dokumen pendaftaran Capres/Cawapres, ANRI tidak kembali meminta informasi itu.
"Ini kok kayak ada kongkalikong antara KPU dengan ANRI," katanya. (rhm)






