Jakarta, Harian Umum - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Anthony Budiawan menilai, mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi panik dan mencoba cuci tangan dari skandal Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang merugikan keuangan negara hingga sedikitnya Rp73,5 triliun.
Pasalnya, menurut Anthony, setelah permasalahan KCJB terbuka lebar, Jokowi berdalih bahwa proyek itu bukan mencari laba, melainkan investasi sosial.
"Dalih ini jelas untuk menghindar dari tanggung jawab atas kerugian keuangan negara yang super besar," kata Anthony melalui siaran tertulis, Selasa (28/10/2025).
Menurut ekonom ini. alasan yang diberikan Jokowi itu semakin memperlihatkan karakter aslinya, yaitu pembohong, seperti yang sudah berkali-kali dilakukan, misalnya kasus Esemka atau IKN (Ibu Kota Nusantara) yang katanya sudah banyak investor antre untuk investasi di sana, dan ternyata semuanya bohong besar.
'Alasan Jokowi bahwa Kereta Cepat tidak mencari laba tetapi investasi sosial, tidak dapat diterima sepenuhnya," tegas Anthony.
Berikut alasannya Anthony terkait hal tersebut: :
1. Kalau tidak mencari laba, seharusnya yang menangani KCJB bukan BUMN dalam bentuk perseroan terbatas (PT), karena PT adalah bentuk usaha yang bermotif mencari laba.
2. Kalau Proyek KCJB tidak bermotif laba tetapi investasi sosial, maka sejak awal proyek ini seharusnya ditanggung atau dijamin APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), dan harus melalui persetujuan DPR.
3. Kalau Proyek KCJB bermotif sosial dan ditanggung APBN, maka pihak Jepang yang seharusnya ditunjuk sebagai pemenang pelaksana proyek, karena total biaya penawaran Jepang, termasuk bunga, lebih murah dari penawaran China.
4. Jepang gagal, atau digagalkan, ditunjuk sebagai pemenang Proyek Kereta Cepat ini justru karena Jokowi secara explisit menyatakan bahwa proyek ini tidak dijamin APBN, tetapi mengikuti skema business-to-business yang jelas-jelas bermotif laba.
5. Masalah KCJB saat ini bukan masalah mencari laba atau investasi sosial, tetapi masalah korupsi yang harus diusut tuntas sampai ke aktor utamanya. Proyek KCJB terindikasi kuat ada mark up dan penyimpangan dalam proses penunjukan pemenang yang merugikan keuangan negara paling sedikit Rp73,5 triliun.
6. Pernyataan Jokowi bahwa Proyek Kereta Cepat tidak mencari laba, tetapi investasi sosial, justru semakin memperkuat fakta bahwa ada pemufakatan jahat dalam pelaksanaan proses tender pengadaan barang Kereta Cepat ini, untuk mendiskualifikasi Proyek Jepang yang lebih murah, dengan memilih Proyek China yang lebih mahal, dengan alasan skema business-to-business yang jelas-jelas bermotif laba.
'Jadi, alasan yang dikemukan Jokowi tidak relevan sama sekali, tetapi hanya bentuk pembelaan diri yang sudah terpojok," tegas Anthony.
Oleh karena itu, lanjut dia. alasan Jokowi bahwa Proyek KCJB tidak mencari laba tetapi investasi sosial tidak dapat diterima sepenuhnya. Apalagi karena fakta di lapangan pun menunjukkan sebaliknya.
'Jokowi tidak bisa berkelit lagi, tetapi harus bertanggung jawab atas kerugian keuangan negara super raksasa ini," tegas Anthony lagi.
Ia juga mengatakan, Jokowi panik karena fakta-fakta yang dikemukakan banyak pihak mengerucut kepada dirinya sebagai aktor utama atau otak dibalik pemilihan Kereta Cepat Jakarta Bandung yang memenangkan China ini. (rhm)





