Jakarta, Harian Umum - Kurs rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah pada perdagangan terakhir pada pekan ini, Jumat (21/6/2024), nyaris bertengger di posisi Rp16.500/dolar AS.
Data Bloomberg menyebut, nilai tukar mata uang Garuda itu terkoreksi 20 poin atau 0,12% dan berada di level Rp16.450/dolar AS.
Sementara data Investing menyebut, kurs rupiah melemah 22,2 poin atau 0,13% dan jatuh ke level 16.466,8/dolar AS setelah ditutup pada posisi Rp16.489/dolar AS pada Kamis.
Sepanjang hari ini, rupiah bergerak di rentang Rp16.420 hingga Rp16.501,6/dolar AS.
Dalam setahun ini, kurs rupiah telah terkoreksi hingga 10,21%.
Seperti dilansir Bisnis, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan rupiah akan tetap bergerak fluktuatif tetapi ditutup melemah di rentang Rp16.440 hingga Rp16.510 pada perdagangan pekan depan, Senin (24/6/2024).
Menurutnya, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) perlu menjaga stabilitas rupiah berbasis kekuatan fundamental perekonomian, seperti surplus neraca perdagangan, bukan intervensi valuta asing dengan cadangan devisa yang terbatas atau menaikkan suku bunga domestik.
“Rupiah tidak perlu mengalami pelemahan yang panjang jika pasokan dolar dari surplus neraca perdagangan mengalir ke pasar. Hingga Mei 2024, Indonesia masih mencatatkan surplus neraca perdagangan yang cukup baik,” ujarnya pada Jumat (21/6/2024).
Di sisi lain, Ibrahim mengatakan pasar memantau ketidakpastian arah kebijakan fiskal yang turut memengaruhi pelemahan mata uang rupiah. Pasalnya, proyeksi defisit anggaran di kisaran berada di level 2,8% dari PDB atau mendekati batas atas level 3%.
Dia menambahkan, ketidakpastian juga didorong oleh sikap Prabowo Subianto yang terlihat permisif dengan utang, bahkan diisukan hendak menaikkan rasio utang pemerintah ke kisaran 50% dari PDB. Namun, kabar itu ditepis tim Prabowo.
“Pemerintah mendatang di bawah Prabowo-Gibran diharapkan segera menyampaikan komitmennya terhadap disiplin fiskal agar risiko fiskal dapat ditekan dan tidak menciptakan sentimen negatif terhadap rupiah,” tutur Ibrahim.
Sementara itu, penjualan ritel AS per Mei yang dirilis pekan ini tidak terlalu signifikan dan pasar tenaga kerja tampak melemah. Jumlah warga AS yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran turun pada minggu lalu, tetapi masih lebih besar dari perkiraan.
Data tersebut menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja tetap kuat meskipun ada penurunan secara bertahap.
Data ekonomi AS yang lemah baru-baru ini memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebanyak dua kali pada akhir 2024. Selain itu, pelaku pasar juga tetap mewaspadai tanda-tanda intervensi berkelanjutan dari Bank of Japan (BOJ) untuk meningkatkan nilai mata uang yen. Mengingat mata uang tersebut berada di posisi terendah dalam 34 tahun pada akhir April. (man)