Jakarta, Harian Umum - Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, memprediksi pelemahan mata uang rupiah akan berlangsung dalam.waktu yang panjang, dan mata uang RI itu akan ambrol nyaris menyentuh level Rp17.000/dolar AS pada akhir tahun ini.
Prediksi ini disampaikan menyusul kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga sebesar 25 basis point' menjadi 6,25 persen, tetapi rupiah justru makin terpuruk.
Pada penutupan perdagangan Jumat (26/4/2024), rupiah terkoreksi 22 poin dan jatuh ke level Rp16.210/dolar AS.
"Indonesia mengalami utang luar negeri yang terus meningkat, defisit transaksi berjalan yang membesar dan ketidakseimbangan neraca perdagangan yang persisten. Ketiga faktor itu yang disebut faktor fundamental, menyebabkan rupiah anjlok Rp16,200/dolar AS, bahkan bisa Rp16,900/dolar AS di akhir 2024," kata Achmad Nur, melalui siaran tertulis, Sabtu (27/4/2024).
Akibat kondisi ini, lanjut CEO Kebijakan Publik Narasi Institute ini, utang luar negeri (ULN) pemerintah Indonesia berpotensi meroket.
Per akhir 2023, total ULN Indonesia mencapai US$407,1 miliar atau setara Rp6.597 triliun dengan asumsi kurs Rp16,200/dolar AS.
"Peningkatan ini mencerminkan pertumbuhan ULN secara tahunan mencapai 2,7 persen ketimbang tahun sebelumnya," kata Matnur, sapaan akrab Achmad Nur Hidayat.
Mengutip dari halaman ULN Indonesia, komposisi ULN ini sebesar 23,7 persen berasal dari sektor kesehatan dan layanan sosial pasca pandemi COVID-19 (Rp1.563 triliun), 18,9 persen dari sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (Rp1.246 triliun), dan 14,1 persen dari utang yang dialokasikan untuk infrastruktur (Rp930 triliun).
"Pelibatan APBN untuk proyek Infrastruktur seperti KA Cepat Jakarta-Bandung, IKN dan Proyek Strategis Nasional (PSN) lainnya akan menambah berat beban utang luar negeri Indonesia," imbuh Matnur.
Dia mengingatkan ihwal transaksi berjalan yang mengalami defisit pada 2023 sebesar 0,1 persen dari produk domestik bruto (PDB). Defisit ini terjadi karena anjloknya harga komoditas global yang memengaruhi ekspor Indonesia.
Pada 2024, lanjut Matnur, Indonesia diperkirakan mengalami defisit transaksi berjalan yang lebih tinggi. Diperkirakan defisit ini berada di kisaran 0,1 persen hingga 0,9 persen dari PDB, menandakan manajemen keuangan negara memburuk.
Pada Januari 2024, lanjutnya, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus $2.01 miliar. Turun dibandingkan surplus Desember 2023 sebesar $3.31 miliar. Pada periode yang sama, surplus diperoleh terutama dari komoditas nonminyak dan gas, seperti bahan bakar mineral seperti nikel ore dan bauksit, serta minyak lemak hewan dan nabati, juga besi dan baja. (man)