Jakarta, Harian Umum - Petisi 100 berencana melaporkan Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Anwar Usman atas dugaan nepotisme pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Tadi (Rabu kemarin, red) ada pertemuan besar, dan Petisi 100 memberi amanah kepada Badan Pekerja untuk melaporkan ke Bareskrim," ujar anggota Badan Pekerja Petisi 100 Rizal Fadillah kepada harianumum.com, Rabu (29/11/2023).
Ia menjelaskan, nepotisme dalam putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 sangat jelas karena adanya hubungan kekerabatan antara Presiden Jokowi dengan Anwar Usman yang saat putusan dibacakan pada 16 Oktober 2023 masih menjabat sebagai ketua MK, dan Gibran, karena Jokowi adalah adik ipar Anwar dan Gibran adalah anak Jokowi alias keponakan Anwar.
Selain itu, lanjut Rizal, Anwar juga tidak mengundurkan diri dari proses pengambilan putusan itu, sehingga melanggar pasal 17 ayat (3) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: "Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera".
Ia menyebut, terkait nepotisme dalam putusan itu, Anwar yang kemudian dicopot Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) karena dinilai terbukti melakukan pelanggaran etik berat dalam pengambilan putusan tersebut, ada pada posisi sebagai dader atau pleger, yaitu pelaku nepotisme. Sementara Gibran dan ibunya, Iriana, yang dilaporkan Tempo mendorong Gibran untuk menjadi Cawapres, berada pada posisi sebagai medepleger, yaitu orang yang membantu. Dan Jokowi sebagai doenpleger, yaitu orang yang menyuruh.
Undang-undang yang dapat dijeratkan kepada pelaku nepotisme adalah pasal 22 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.
"Ancaman hukumannya minimal 2 tahun dan maksimal 12 tahun," jelas Rizal.
Pemerhati Politik dan Kebangsaan asal Bandung, Jawa Barat ini menambahkan, setelah mendapat amanat dari Petisi 100, Badan Pekerja akan membuat rumusan-rumusan dan setelah itu segera melaporkan Jokowi, Gibran dan Anwar ke Bareskrim Polri.
"Kualifikasi laporannya bisa berupa pengaduan atau laporan masyarakat," imbuh Rizal.
Seperti diketahui, putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 memang bikin geger karena terjadi di tengah wacana menjadikan Gibran sebagai Cawapres. Bahkan sebelum amar putusan itu dibacakan, sekelompok relawan Jokowi mendeklarasikan Gibran sebagai Cawapres Prabowo Subianto, Capres yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang terdiri dari Partai Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, Gelora dan PSI.
Kemudian, setelah putusan MK Nomor 90 dibacakan, Gibran benar-benar menjadi Cawapres Prabowo dan pasangan ini mendapat nomor urut 2 pada Pilpres 2024.
Karenanya, tak mengherankan kalau putusan MK itu dianggap putusan nepotisme yang menjadi karpet merah bagi Gibran untuk melenggang ke Pilpres 2024 di usianya yang baru 36 tahun.
Putusan ini juga menghebohkan karena mengubah norma pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dari hanya mengatur bahwa usia Capres/Cawapres minimal 40 tahun, ditambah dengan syarat alternatif berupa "atau yang pernah/sedang menjabat jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk kepala daerah".
Padahal, MK tak punya kewenangan mengubah norma dalam sebuah UU, karena lembaga negara pemilik kewenangan membentuk dan mengubah UU adalah DPR. (rhm)