Jakarta Harian Umum- Ketua Koalisi Masyarakat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto, mengapresiasi keberhasilan Gubernur Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov DKI Jakarta Tahun Anggaran 2017.
Meski demikian aktivis yang akrab disapa SGY itu mengingatkan agar Anies-Sandi tetap fokus membenahi aset, khususnya aset tetap, karena persoalan ini juga yang membuat LKPD Gubernur Jokowi, Ahok dan Djarot pada 2013-2016, hanya mendapatkan opini disclaimer dan WDP (wajar dengan pengecualian).
"Kalau kita baca rilis BPK saat menyerahkan LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) LKPD DKI 2017 dalam sidang paripurna DPRD Senin pagi tadi, jelas kalau opini WTP diberikan bukan didasari oleh pengelolaan LKPD itu, melainkan karena kepatuhan Anies-Sandi dalam melaksanakan rekomendasi atas hasil audit terhadap LKPD-LKPD tahun sebelumnya," kata dia kepada harianumum.com di Jakarta, Senin (28/5/2018).
Ini, lanjut dia, berarti BPK tidak menyentuh persoalan di dalamnya yang bisa saja membuat Anies-Sandi mendapatkan WDP kalau hal itu dipersoalkan. Apalagi karena pada 2017 ada sejumlah proyek yang penyelesaian pembangunannya tidak tepat waktu, sehingga ada yang dilaporkan ke KPK, yakni pembangunan Puskesmas. Dalam rilis BPK, proyek-proyek itu juga disebut.
"Karena itu, Anies-Sandi sebaiknya tetap rendah hati dan istiqomah dalam menerima opini WTP itu, karena saya sendiri terkejut mengetahui bahwa BPK memberikan opini dengan cara di luar kebiasaan, yakni tidak didasari pada pengelolaan LKPD, dan saya rasa ini mungkin untuk yang pertama kali," katanya.
Seperti diketahui, Anies-Sandi mendapatkan opini WTP dari BPK Perwakilan DKI Jakarta atas LKPD DKI 2017.
Dalam rilisnya, BPK mengatakan bahwa pemberian opini itu didasarkan pada kepatuhan Pemprov DKI dalam menindaklanjuti rekomendasi, sehingga audit yang dilakukan terhadap LKPD Pemprov DKI 2017 tidak secara khusus dimaksudkan untuk mengungkap adanya penyimpangan (fraud) dalam pengelolaan LKPD tersebut. Jika dalam pemeriksaan ditemukan adanya penyimpangan, kecurangan atau pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan, khususnya yang berdampak pada adanya potensi dan indikasi kerugian negara, maka akan diungkap dalam LHP, dan dalam batas tertentu, terkait materialitasnya, hal ini mungkin mempengaruhi opini yang telah diberikan atau mungkin juga tidak.
Sugiyanto menegaskan, karena fakta ini, maka ada baiknya Anies-Sandi tetap fokus melakukan pembenahan-pembenahan, termasuk membenahi aset yang menjadi salah satu parameter bagi BPK untuk memberikan opini disclaimer, WDP atau WTP.
"Dari hasil audit BPK atas LKPD DKI 2016 ditemukan adanya aset tetap berupa tanah dan bangunan senilai Rp10 triliun yang tercatat di BPAD, namun tidak jelas dimana keberadaannya. Saya tahu rekomendasi BPK agar ini ditindaklanjuti, dilaksanakan oleh Anies-Sandi, dan saya juga tahu penindaklanjutan itu belum tuntas. Kalau sudah clear, kita mau itu diekspos agar ketahuan apa yang membuat aset itu 'hilang'," katanya.
Aktivis yang akrab disapa SGY ini mengaku, ia mengeluarkan pernyataan ini bukan karena kontra Anies-Sandi.
"Saya mantan Relawan Presidium Anies-Sandi (PRAS) saat Pilkada DKI 2017, dan sampai sekarang saya masih mendukung keduanya. Saya katakan ini sekedar mengingatkan agar Anies-Sandi tidak lost control hanya gara-gara mendapatkan WTP dari BPK," katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa misi Anies-Sandi untuk menjadikan Jakarta sebagai kota yang maju dan bahagia warganya, merupakan sebuah misi yang besar dan mulia. Karenanya, terus kerja baik, kerja dengan terukur, harus terus dilakukan.
"Anies-Sandi juga harus punya tim yang solid. Pejabat yang tidak kompeten, hanya pandai mencari muka dan bahkan bermuka dua, singkirkan saja. Apalagi karena rekomendasi BPK agar pembelian lahan RS Sumber Waras pada 2014 dan pembelian lahan di Cengkareng pada 2015 oleh Ahok, belum tuntas," pungkasnya.
Untuk diketahui, dalam rilisnya BPK memang menyebut bahwa ada temuan di LKPD DKIM2017, namun tidak mempengaruhi opini WTP yang diberikan.
Temuan dimaksud di antaranya Temuan Pemeriksaan atas Sistem Intern (SPI) dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Temuan SPI antara lain Pemanfaatan Sistem Informasi Aset Fasos Fasum dan Penagihan Kewajiban Fasos Fasum belum optimal, serta Penatausahaan Belanja dan Kas atas Dana Bantuan Operasional Sekolah dan Bantuan Operasional Pendidikan belum memadai.
Temuan kepatuhan di antaranya Keterlambatan Penyelesaian Pembangunan Rumah Susun, gedung sekolah, gedung rumah sakit, dan gedung Puskesmas, sehingga menghambat pemanfaatannya. (rhm)





