Jakarta, Harian Umum - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus gugatan Prabowo-Sandi tentang dugaan kecurangan pemilihan Presiden 2019, pada Kamis (27/6/2019) dengan menolak gugatan Prabowo-Sandi.
Namun sosiologi Musni Umar mengatakan keputusan MK tersebut membuat rakyat membandingkan sidang sidang gugatan prabowo-sandi dengan sidang kasus Jessica Kumala Wongso yang dituduh membunuh Wayan Mirna Salihin.
"Sebab proses berperkara di MK terbilang sangat singkat dan penggugat hanya diberi kesempatan untuk menghadirkan saksi sebanyak 15 orang, sementara kasus yang diperiksa, diadili dan diputus adalah kasus yang amat rumit, kompleks dan amat besar yaitu dugaan kecurangan pemilihan Presiden," kata Musni Umar melalui keterangan tertulisnya Selasa, (2/7/2019).
Sementara menurut Musni Umar, sidang kasus Jessica yang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) adalah kasus pembunuhan yang diduga dilakukan Jessica Kumala Wongso dengan menaruh racun sianida dicangkir Wayan Mirna Salihin hingga meninggal dunia.
"Namun hakim yang mengadili kasus dugaan pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin melaksanakan persidangan berbulan-bulan lamanya di tahun 2016 dan bersidang sebanyak 27 kali dengan menghadirkan banyak saksi. Bahkan saksi ahli dari Australia dihadirkan dalam persidangan. Hal itu dilakukan untuk mencari dan menemukakan bukti terjadinya pembunuhan," katanya.
"Putusan hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus kasus Jessica dengan hukuman 20 tahun penjara, rakyat pada umumnya saat itu menerima putusan hakim yang dianggap memenuhi rasa keadilan," ujarnya.
Sementara Musni menambahkan, putusan MK dalam kasus dugaan kecurangan Pilpres 2019 adalah sebaliknya. "sampai saat ini keputusan MK masih belum memenuhi rasa keadilan masyarakat. Bahkan terus dihujat publik," tandasnya. (Zat)