Jakarta, Harian Umum- Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar tegas terhadap para oknum PNS yang terlibat kongkalikong dengan pengusaha reklame, sehingga reklame bodong alias reklamae tak berizin, marak di Ibukota.
"Satu indikasi yang baik bahwa Anies melibatkan KPK dalam menyikapi maraknya reklame ilegal ini, karena ini sesuai dengan konsep Anies-Sandi saat kampanye Pilkada Jakarta 2017, bahwa mereka ingin menciptakan pemerintahan yang bersih, bebas dari KKN," katanya kepada harianumum.com di Jakarta, kemarin.
Meski demikian, ia mengingatkan Anies agar tidak setengah-setengah dalam melakukan pemberantasan ini, karena maraknya reklame liar di Ibukota melibatkan sebuah jaringan atau mafia, yang melibatkan banyak pihak, terutama oknum di SKPD-SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang terkait dengan perizinan reklame, seperti Dinas Penanaman Modan dan Pelayanan Terpadu Satu Pindu (DPM-PTSP), Dinas Pengelolaan Aset Daerah (BPAD), Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD), Dinas Bina Marga, serta Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (Citata).
Pada Juni dan Juli 2018 silam, lanjut Amir, Anies dan para pejabatnya yang terkait rapat dengan KPK, dan pada kesempatan itu Anies memberikan data-data kepada komisi antirasuah itu untuk ditindaklanjuti.
Jika dari hasil penyelidikan dan penyidikan itu, juga dari hasil penelusuran Pemprov DKI, didapati sejumlah nama pejabat yang terbukti terlibat dalam maraknya reklame ilegal di Ibukota, maka Anies tak boleh segan-segan untuk menindaknya.
"Anies harus mencopot dia, tanpa ragu," tegasnya.
Ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) ini bahkan meminta Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Satpol PP DKI yang dikibatkan dalam penelusuran kasus ini, hendaknya juga diikat dengan Pakta Integritas agar mereka tidak berani macam-macam dan profesional.
"Nanti akan ketahuan apakah maraknya reklame ilegal itu melibatkan anggota Dewan atau tidak. Masalahnya, pembentukan Pansus Tower Mikrosel hingga kini mangkrak!" tegasnya.
Seperti diketahui, bekerja sama dengan KPK, mulai Jumat (19/10/2018), Gubernur Anies Baswedan menertibakn 60 reklame tak berizin dan yang izinnya sudah habis, namun tidak diperpanjang, alias reklame ilegal. Ke-60 reklame tersebut tersebar di jalan-jalan protokol yang masuk Kawasan Kendali, yakni Jalan HR Rasuna Said, Jalan Gatot Subroto, S Parman, MH Thamrin dan Sudirman.
Pemberantasan ini dilakukan karena keberadaan reklame bodong itu tak hanya merugikan Pemprov DKI dari sisi retribusi, namun juga pajak.
Hasil audit BPK atas laporan keuangan Pemprov DKI pada tahun anggaran 2017 menemukan indikasi kerugian hingga Rp83,9 miliar dari sisi retribusi pengurusan izin reklame, dari Rp50 miliar dari pajak reklame.
Reklame bodong ini diduga mulai marak sekitar tahun 2015, di era kepemimpinan Gubernur Ahok. (rhm)