Jakarta, Harian Umum- Sebanyak 153 papan reklame (billboard) yang bertebaran di sejumlah jalan protokol di DKI Jakarta yang masuk Kawasan Kendali Ketat, akan ditertibkan karena tidak memiliki izin.
Reklame-reklame tersebut antara lain terdapat di Jalan S Parman, Gatot Subroto, HR Rasuna Said, MH Thamrin, Sudirman dan kawasan Harmoni.
"Akan ditertibkan setelah Asian Games atau pada September mendatang," jelas Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Yani Wahyu Purwoko, kepada harianumum.com di Balaikota, Jakarta Pusat, Kamis (16/8/2018).
Ia menjelaskan, di antara ke-153 reklame tersebut ada yang telah diberi Surat Peringatan (SP) 1, 2 dan 3, sehingga yang akan dibongkar terlebih dahulu adalah yang sudah mendapatkan SP3.
"Kami berharap perusahaan yang papan reklamenya sudah mendapat SP3 bersedia membongkar sendiri konstruksi reklamenya itu, karena jika tidak, kami yang akan membongkar dan material dari konstruksi itu menjadi milik Pemprov DKI," katanya.
Data yang dihimpun menyebutkan, SP untuk ke-153 reklame tersebut diterbitkan secara bertahap sejak 6 Juli 2018. Diawali dengan pengiriman surat pemberitahuan kepada perusahaan pemilik 35 reklame bahwa reklame-reklame itu tak hanya melanggar pasal 9 Pergub 148 Tahun 2017 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Reklame, namun juga melanggar pasal 65 Pergub tersebut.
Pasal 9 mengatur bahwa reklame yang didirikan di Kawasan Kendali Ketat harus menempel di dinding bangunan atau dipasang di atas bangunan; sementara pasal 65 mengatur tentang tingkat kepatuhan penyelenggaraan reklame terhadap kewajiban yang melekat dalam penyelenggaraan reklame yang antara lain meliputi kepatuhan membayar sewa titik reklame, pembayaran retribusi IMB-BR, pembayaran pajak reklame, dan melengkapi perizinan.
Dalam surat pemberitahuan itu, pengusaha diminta memenuhi ketentuan pasal 9 dan pasal 65, namun diabaikan, sehingga mereka dikirimi SP1 yang kemudian ditingkatkan menjadi SP2 dan SP3.
Pada 17 Juli 2018, Satpol PP kembali mengirim surat pemberitahuan kepada perusahaan pemilik 60 reklame dengan isi yang sama, namun juga tidak diindahkan, sehingga pemilik ke-60 reklame itu dikirimi SP1 yang kemudian ditingkatkan menjadi SP2 dan SP3.
Terakhir, pada Agustus ini, Satpol PP mengirimkan surat pemberitahuan kepada perusahaan pemilik 48 reklame, namun juga tidak diindahkan, sehingga saat ini sedang diproses untuk dikirimi SP1.
Yani mengakui, perusahaan-perusahaan pemilik reklame itu kesulitan memenuhi ketentuan pasal 9 karena di antaranya ada yang dibangun dengan menggunakan tiang tumbuh atau tiang dengan pondasi menancap di tanah, sehingga jika ketentuan pasal 9 akan dipenuhi, perusahaan-perusahaan pemilik reklame itu harus membongkar konstruksi reklamenya, dan kemudian dipindahkan untuk ditempelkan di dinding sebuah gedung, atau dipasang di atasnya.
Rencana pembongkaran ini selain dalam rangka penegakkan Perda Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pergub Nomor 148 Tahun 2017, juga merupakan keputusan yang diambil dalam pertemuan antara Gubernur Anies Baswedan dengan KPK RI yang juga dihadiri Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, seperti PTSP; Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD); Dinas Bina Marga; Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan; dan Satpol PP.
Rapat yang berlangsung hingga tiga kali itu digelar di kantor BPRD, Jalan Abdul Moeis, Jakarta Pusat.
Yani bahkan mengakui berdasarkan rapat itu, tak hanya 153 reklame yang akan dibongkar, namun semua reklame yang tidak berizin, termasuk yang berada di Kawasan Kendali Rendah dan Kendali Sedang.
"Tapi untuk mengeksekusinya, kami menunggu rekomendasi dari BPRD maupun PTSP, karena mereka yang tahu titik-titiknya. Ke-153 reklame yang akan kita bongkar nanti, itu direkomendasikan oleh BPRD," katanya.
Ketika ditanya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menertibkan semua reklame di Kawasan Kendali Ketat, Kendali Sedang dan Kendali Rendah yang jumlahnya mencapai ribuan tersebut? Yani mengatakan penertiban diperkirakan baru rampung dalam 2-3 tahun.
"Saat ini, untuk yang 153 reklame, kita sedang siapkan segala sesuatunya agar pembongkaran berjalan lancar; antara lain administrasinya dan anggaran pembongkarannya," jelas mantan Camat Penjaringan tersebut.
Data yang dihimpun menyebutkan, untuk membongkar satu konstruksi reklame dibutuhkan sebuah crane dengan biaya sewa rata-rata Rp50 juta/unit, dengan waktu pembongkaran minimal enam jam dan dilakukan saat menjelang tengah malam kala jalanan telah sepi, hingga menjelang pagi hari.
Pada APBD 2018, anggaran penyewaan crane hanya dialokasikan sebesar Rp750.000/unit, sehingga tak terserap. Dalam APBD Perubahan 2018, anggaran itu ditingkatkan menjadi Rp35 juta-Rp67 juta/unit, sehingga anggaran naik menjadi Rp1,5 miliar.
Anggaran ini dialokasikan untuk penertiban selama tiga bulan, sehingga per bulan anggaran yang tersedia sebesar Rp500 juta.
"Dengan anggaran sebesar itu, berarti setiap bulan kita hanya bisa menyewa 10 crane, yang artinya hanya bisa menertibkan 10 reklame," jelas Yani.
Dari 153 reklame yang akan dibongkar, 30 di antaranya tercatat milik PT Warna Warni Media. Sisanya dari berbagai perusahaan, termasuk PT Kharisma Karya Lestari.
Reklame bodong mulai memaraki Jakarta sejak 2014 atau di era pemerintahan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. (rhm)