Jakarta, Harian Umum - Tokoh Petisi 100 Marwan Batubara khawatir mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi akan kembali melakukan pendekatan kekuasaan dalam memperkarakan orang-orang yang dianggap menghina dan merendahkannya karena menuduh ijazahnya palsu.
Pasalnya, pola pendekatan kekuasaan diduga dilakukan Jokowi saat digugat penulis buku Jokowi Undercover Bambang Tri Mulyono ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada tahun 2023 karena ijazahnya diduga palsu.
Pola.pendekatan itu terlihat karena saat proses di PN Jakpus sedang berjalan dan Bambang Tri mau melakukan mubahalah atas permintaan Gus Nur sebagai bukti bahwa dia tidak berbohong tentang ijazah Jokowi palsu, Bambang Tri dan Gus Nur ditangkap, diadili dan divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Solo dengan tuduhan menyebarkan kabar bohong tentang ijazah Jokowi.
Padahal, dari sejak proses penyidikan di polisi hingga persidangan, baik polisi, jaksa dan para saksi yang meringankan Jokowi tidak ada satupun yang bisa menunjukkan ijazah asli Jokowi.
"Jadi, pendekatan kekuasaan dalam perkara ijazah Jokowi ini sudah terjadi dalam kasus Bambang Tri dan Gus Nur, sekaligus membuktikan bahwa pemerintahan Jokowi dulu memang otoriter, karena dia mengintervensi kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, sehingga orang bisa dihukum atas perbuatan yang tidak dilakukannya," kata Marwan saat podcast dengan Dewan Pakar Centre of Study for Indonesian Leadership (CSIL) HM Mursalin yang bertindak sebagai host di Polda Metro Jaya, Kamis (15/5/2025).
Podcast ini dilakukan disela-sela klarifikasi Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya kepada Pakar Telematika Roy Suryo dan Dokter Tifauzia Tyassuma terkait laporan Jokowi pada 30 April 2025 yang merasa dihina dan direndahkan karena ijazahnya dikatakan palsu.
Ada dua narasumber lain dalam.podcast ini, di mana keduanya merupakan aktivis Universitas Indonesia Watch (UI Watch), yakni Buyung Ishak dan Heru Purwanto.
Marwan mengakui bahwa dalam pemerintahan otoriter, semua lembaga bisa diintervensi demi kepentingan penguasa, termasuk lembaga penegak hukum, dan saat ini meski sejak 20 Oktober 2024 pimpinan pemerintahan telah beralih dari Jokowi kepada Prabowo Subianto, tanda-tanda penggunaan pendekatan kekuasaan dalam penanganan laporan Jokowi oleh Polda Metro Jaya sudah terlihat, karena laporan Jokowi terkesan sangat diistimewakan.
"Jokowi melapor tanggal 30 April, tapi hari itu juga dia di-BAP, dan di hari itu juga perintah penyelidikan atas laporannya keluar, sehingga sampai Kamis (15/5/2025) ini jika merujuk pada keterangan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary, sudah 24 orang yang dimintai klarifikasi, termasuk Mas Roy Suryo, Dokter Tifa, dan teman-teman dari TPUA seperti Pak Rizal Fadillah, Pak Damai Hari Lubis, Bu Merry Samiri, dan lain-lain," kata Marwan.
Sementara di sisi lain, lanjut tokoh kritis ini, laporan TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis) ke Bareskrim Polri pada tanggal 9 Desember 2024 atas dugaan ijazah palsu Jokowi, belum diproses, akan tetapi Bareskrim tahu-tahu mengatakan bahwa pemeriksaan yang dilakukan telah 90%.
"Dari sini kita bisa melihat bahwa tanda-tanda penggunaan pendekatan kekuasaan dalam.penanganan laporan Jokowi memang ada, sehingga apa yang terjadi kepada Bambang Tri dan Gus Nur akan terjadi kepada siapapun yang dijadikan tersangka untuk laporan Jokowi ini," imbuh Marwan.
Ia.pun.meminta kepada Presiden Prabowo agar jangan diam saja, karena sampai saat ini Polri masih di bawah presiden.
"Berikan arahan kepada pimpinan Polri dan anak buahnya. Jika yang kami khawatirkan ini terjadi, yakni pendekatan kekuasaan kembali digunakan dalam penanganan laporan Jokowi, maka fix Prabowo adalah proxy Jokowi, dan itu artinya bahwa Jokowi sedang menjalani periode ketiga sebagai presiden di Indonesia," kata Marwan.
Seperti diketahui, Jokowi melapor ke Polda dengan tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik karena ijazahnya dianggap palsu. Pasal yang ia gunakan adalah Pasal 310 dan 311 KUHP, dan Pasal 27A, 32, dan 35 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Setelah melapor, kuasa hukumnya mengklaim ada lima.orang yang dilaporkan, yakni yang berinisial RS, RS, ES, K dan T.
Namun, setelah diklarifikasi Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Rabu (14/5/2025), Rizal Fadillah mengatakan bahwa belum ada terlapor dalam laporan Jokowi, karena status terlapor masih Lidik.
"Tidak ada yang dilaporkan Jokowi," kata Rizal.
Yang lebih mengagetkan, setelah memberikan klarifikasi kepada Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (15/5/2025), Roy Suryo mengatakan, selain belum ada terlapor, juga Jokowi tidak melampirkan barang bukti berupa dokumen elektronik, meski dia melapor dengan menggunakan UU ITE.
Marwan mengatakan, sebenarnya yang pantas dijadikan terlapor oleh Jokowi adalah Dian Sandi Utama, kader PSI yang mengunggah sebuah foto ijazah pada awal April 2025 yang diklaim sebagai ijazah asli Jokowi. Padahal, Jokowi justru membantah bahwa itu adalah ijazahnya.
"Jadi, kalau ada yang mau dilaporkan Jokowi, si Sandi itu orangnya, kalau orang-orang yang diklarifikasi itu, yang dari TPUA, juga Roy Suryo dan Dokter Tifa, adalah orang-orang yang sedang mencari kebenaran atas keaslian atau ketidakaslian ijazah Jokowi," tegasnya.
Marwan juga mengingatkan kalau kasus ijazah Jokowi ini menggelinding sampai sejauh ini, karena ulah Jokowi sendiri.
"Kalau saat digugat Bambang Tri tahun 2023 Jokowi menunjukkan ijazah aslinya, dan bukan justru memenjarakan Bambang Tri bersama Gus Nur, kan persoalan tidak sampai seperti ini dan sudah clear saat itu. Jadi, seharusnya polisi menangkap Jokowi dan menyelidiki ijazahnya secara fair dengan merujuk pada asas equality before the law, agar ketahuan secara fair apakah ijazahnya asli atau palsu, bukan justru terkesan membela dan melindunginya," tegas Marwan.
Ia bahkan yakin, jika hasil uji forensik Bareskrim Polri menyebut bahwa ijazah Jokowi asli, situasi Tanah Air akan semakin panas.
"Karena itu Prabowo sebagai atasan Polri, segera arahkan Polri untuk bekerja secara independen, transparan dan profesional. Jangan melindungi seorang Jokowi," pungkas Marwan. (rhm)






