Jakarta, Harian Umum - Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat mengkritik keras terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada 20 Mei 2024.
Pasalnya, PP ini mengatur tentang pemotongan gaji pekerja tiap bulan untuk iuran Tapera.
"Kebijakan itu lebih banyak merugikan daripada manfaatnya bagi buruh, karena uang buruh dan pengusaha akan mengendap hingga usia 58 tahun," kata Jumhur sepertindikutip dari siaran tertulisnya, Rabu (29/5/2024).
Lebih jauh, Jumhur menyebut bahwa dengan terbitnya kebijakan ini, terbukti kalau Pemerintahan Jokowi senang mengumpulkan duit rakyat, dan duit itu kemudian digoreng-goreng dalam berbagai instrumen investasi.
“Kita masih ingat kan kasus ASABRI dan JIWASRAYA yang dikorupsi belasan, bahkan puluhan triliun? Belum lagi dana BPJS Ketenagakerjaan yang sempat rugi walau disebut Unrealized Loss," imbuhnya.
Jumhur menghitung, bila gaji yang dipotong dari buruh sebesar 2,5% dan dari pengusaha 0,5% per bulan untuk iuran Tapera, maka dengan rata-rata upah di Indonesia sebesar Rp 2,5 juta/bulan dah dengan jumlah pekerja formal mencapai 58 juta pekerja, iuran yang terkumpul untuk Tapera mencapai sekitar Rp50 triiliun per tahun.
“Ini dana yang luar biasa besar dan pastinya menjadi bancakan para penguasa dengan cara digoreng-goreng di berbagai instrumen investasi, sementara kaum buruh wajib setor tiap bulannya yang sama sekali tidak tahu manfaat bagi dirinya. Buruh itu sudah banyak sekali dapat potongan dalam gajinya, masa mau dipotong lagi? Kejam amat sih Pemerintah ini," kritik Jumhur dengan keras.
Menurut dia, kalau memang Pemerintah punya niat baik agar rakyat memiliki rumah, maka banyak cara yang bisa dilakukan. Misalnya, pengadaan tanah yang murah, subsidi bunga dan skema tanpa uang muka, bahkan bisa juga mecarikan teknologi material yang bagus dan murah untuk perumahan.
”Kalau di otaknya ngebancak duit rakyat, ya begitulah hasilnya; aturan-aturan yang diterbitkan ujung-ujungnya ngumpulin duit rakyat yang bertenor puluhan tahun agar duitnya yang puluhan bahkan ratusan triliun bisa digoreng-goreng," pungkas Jumhur. (rhm)