Jakarta, Harian Umum- DPRD DKI Jakarta menilai, peran dan fungsi Inspektorat harus ditingkatkan jika Gubernur Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno ingin pengelolaan keuangan daerahnya mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Penilaian ini didapat setelah DPRD melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke Yogyakarta dan Semarang, Jawa Tengah.
"Kami ke sana untuk mendapatkan masukan karena Yogyakarta dalam tiga tahun berturut-turut mendapatkan WTP dari BPK, begitupula Semarang. Sementara DKI Jakarta yang merupakan ibukota negara dan ikon Indonesia, dalam empat tahun terakhir (2012-2016) sekali mendapat disclaimer dan tiga kali WDP (wajar dengan pengecualian). Ini tentunya mengkhawatirkan kita semua," ujar Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Abdul Ghoni kepada harianumum.com di gedung Dewan, Jakarta Pusat, Senin (30/4/2018).
Ia menjelaskan, dari pertemuan dengan para pejabat di kedua daerah tersebut, diketahui kalau Yogyakarta dan Semarang dapat meraih WTP karena Inspektorat-nya tak hanya menindaklanjuti temuan kecil dan sedang dari lingkungan pemerintahannya, serta laporan masyarakat, namun juga menindaklanjuti hasil audit BPK yang tertuang dalam LHP (laporan hasil pemeriksaan) lembaga itu.
"Jadi, jika dalam LHP terdapat temuan, Inspektorat Yogyakarta dan Semarang memanggil SKPD terkait agar temuan itu dapat ditindaklanjuti hingga tuntas," katanya.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu mengakui, cara kerja Inspektorat Yogyakarta dan Semarang tersebut berbeda dengan yang dilakukan Inspektorat DKI Jakarta, karena di Ibukota ini hal seperti itu tidak berjalan, sehingga banyak temuan BPK pada tahun-tahun sebelumnya, belum atau bahkan tidak dapat dituntaskan, sehingga dalam empat tahun terakhir, Jakarta tak pernah mendapatkan WTP.
"Karena itu Gubernur harus dapat meningkatkan kinerja Inspektorat. Kalau pejabat yang sekarang memang tidak punya loyalitas yang tinggi dan tidak dapat mengikuti speed Gubernur, sebaiknya mundur saja daripada dicopot," katanya.
Ghoni juga menyoroti kinerja Badan Pengelola Aset Derah (BPAD) yang dinilai sama payahnya dengan Inspektorat. Padahal, temuan BPK banyak sekali yang terkait masalah aset. Contohnya aset berupa lahan dan bangunan senilai Rp10 triliun yang tercatat di BPAD, namun dimana keberadaannya tidak jelas.
"Kalau BPAD terkendala masalah sistem, sehingga kesulitan mendata aset-aset, termasuk yang sudah bersertifikat, ajukan saja anggaran karena soal dana tak masalah asalkan semua aset DKI tidak ada yang hilang dan semua tercatat dengan baik," katanya.
Namun demikian politisi Gerindra itu menilai kalau kinerja BPAD selama ini memang kurang profesional dan kurang fokus.
Seharusnya, kata dia, BPAD memberdayakan aparat di kecamatan untuk melakukan pendataan aset Pemprov di wilayahnya. Dengan cara seperti ini, katanya, pendataan dapat lebih cepat dan akurat, dan semua temuan BPK tentang aset, dapat ditindaklanjuti dengan tuntas. (rhm)





