Jakarta, Harian Umum - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan, dirinya sudah memprediksi akan ada kegaduhan politik setelah terungkapnya nama-nama dalam dakwaan kasus dugaan korupsi e-KTP. Untuk menghindari adanya kriminalisasi, KPK harus meminta dukungan dari Presiden Joko Widodo dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi e-KTP.
"Memang akan ada kegaduhan. Maka dukungan eksekutif penting untuk hindari kriminalisasi. Nama-nama besar dalam dakwaan itu menimbulkan kekhawatiran. Akan ada kriminilasasi jilid sekian," kata Emerson di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3/2017).
Emerson mengatakan, KPK tidak bisa dibiarkan berjalan sendirian dalam melakukan kerja-kerja pemberantasan korupsi. Sebagian besar kasus korupsi selalu memiliki unsur politik. Korupsi e-KTP pun, sangat jelas terlihat unsur politiknya.
Upaya perlawanan terhadap KPK mulai terlihat dengan adanya gelagat merevisi Undang-Undang KPK. Hal tersebut tentu akan membuat kinerja KPK semakin menurun. Butuh dukungan Istana karena KPK juga melihat gelagat perlawanan dari DPR melalui legislasi
"KPK membutuhkan dukungan publik agar kriminalisasi yang pernah menimpa komisioner KPK sebelumnya tidak terulang.
Serta meminta dukungan Istana karena KPK juga melihat gelagat perlawanan dari DPR melalui legislasi," kata dia.
Mantan Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, mengatakan, sebelum penetapan tersangka dalam kasus korupsi, KPK pada masanya selalu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Presiden. Seharusnya berlaku saat penanganan kasus e-KTP. Tujuan koordinasi tersebut untuk memberikan informasi kepada Presiden sekaligus mengantisipasi adanya guncangan politik.
"Kami sekalian minta bantuan Presiden untuk memberikan perlindungan jika terjadi sesuatu," kata Adnan.