DENGAN putusan MK kemarin, MK memosisikan diri sebagai Pengawal Politik Dinasti dan telah gagal dalam.menjalankan tugas serta fungsinya, dan telah mengkhianati Reformasi.
---------------------------------
Oleh: Muslim Arbi
Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu.
Ternyata Mahkamah Konsitusi (MK) membuktikan dirinya sebagai pengabdi dan pengawal dinasti politik Istana.
Senin (16/10/2023) pagi dibacakan: MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres/Cawapres di bawah 40 tahun, tetapi Senin 16/10/2023) sore, MK menerima gugatan pemohon untuk membolehkan orang yang berpengalaman menjadi kepala Daerah untuk diajukan sebagai Capres/Cawapres.
Artinya, putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, tidak bisa menjadi Capres/Cawapres pada usia di bawah 40 tahun, tetapi disetujui karena posisinya sebagai kepala daerah.
Dan oleh karenanya, Gibran dapat lolos sebagai Capres/Cawapres pada 2024.
Dengan putusan yang dianggap aneh, bahkan oleh salah satu Hakim Mahkamah Konsitusi. Prof Saldi Isra, dapat menjadi bukti kuat bahwa MK yang diketuai oleh pamannya Gibran, Anwar Usman, harus meloloskan keponakannya itu.
Itu artinya MK, telah betul-betul sangat meyakinkan sebagai Mahkamah Pengawal kepentingan Dinasti Istana. Artinya, Anwar Usman sebagai pamannya Gibran, harus berjuang maksimal untuk menggolkan keponakannya.
Putusan MK ini jika dibandingkan dengan gugatan yang diajukan oleh sejumlah partai politik, dan bahkan oleh DPD RI soal presidential threshold (PT) 20%, ditolak mentah-mentah dengan alasan yang tidak masuk di akal sekalipun.
Bahkan gugatan diajukan puluhan gugutan dan berkali-kali, tapi MK keukeuh (tetap pada pendirian nya) menolak gugatan PT 20%, tak mau mengubah menjadi PT 0% yang lebih cerminkan Kedaulatan Rakyat.
Putusan MK sore kemarin cerminkan MK adalah Pengawal Kedaulatan Dinasti Istana dan Bukan Pengawal Kedaulatan Rakyat.
Pantas saja sejumlah elemen gerakan 98 mengancam akan melakukan aksi Tolak Putusan MK.
Sejak awal ketika ketua MK, Anwar Usman, telah bicara di luar forum Mahkamah Konsitusi soal usia Capres di bawah 40 tahun, publik sudah curiga Anwar Usman sedang Kemgampanyekan keponakannya.
Itu langgar kode etik Hlhakim, karena sebagai ketua MK, Anwar sedang berusaha pengaruhi dukungan publik atas gugatan di lembaga yang dipimpinnya, yaitu MK.
Dengan putusan MK kemarin, MK memosisikan diri sebagai Pengawal Politik Dinasti dan telah gagal dalam.menjalankan tugas serta fungsinya, dan telah mengkhianati Reformasi. MK ternyata bukan untuk kepentingan Kedaulatan Rakyat dan Bela Konsitusi, sebaliknya: untuk kepentingan Politik Dinasti Jokowi
Rakyat semakin muak dan marah kepada MK, karena telah melenceng jauh dari visi dan misi Reformasi, karena MK tidak lagi membela kepentingan kedaulatan Rakyat dan mengawal Nilai-nilai Reformasi.
Pantaslah MK di bubarkan.