Jakarta, Harian Umum -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (4/9/2025), memeriksa Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (PP GP Ansor), Syarif Hamzah Asyathry (SHA) terkait kasus kuota haji dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024.
Ia diperiksa sebagai saksi.
"Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama SHA, wiraswasta," ujar Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo, Kamis (4/9/2025) seperti dikutip dari CNN Indonesia..
Selain Wasekjen GP Ansor, KPK juga memeriksa tujuh saksi lain untuk kasus yang sama, mereka adalah:
1. ZA selaku Komisaris Independen PT Sucofindo (Persero);
2. RFA selaku Kepala Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggaraan Haji Khusus Kemenag periode Oktober 2022-November 2023;
3. MGY selaku Kasubdit Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggaraan Haji Khusus Kemenag periode 2023-2024;
4. MAF selaku Sekretaris Eksekutif Kesatuan Tour Travel Haji Umrah Republik Indonesia (Kesthuri),
5. J selaku pegawai di Divisi Visa Kesthuri,
6. FIA selaku pegawai di PT Raudah Eksati Utama, dan
7. SF selaku Ketua Sarikat Penyelenggara Umroh dan Haji Indonesia (Sapuhi).
Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024.
Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.
Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri. Salah satunya adalah mantan Menag yang juga dikenal sebagai eks Ketum PP GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas.
KPK Panggil Bos Travel Umroh di Kasus Kuota Haji
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan pihaknya telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.
Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler. (man)







