TERLALU BANYAK keganjilan di negara ini, karena semua terlihat tidak berjalan pada relnya; president aparat penegak hukum, wakil rakyat, demokrasi .., semua terjadi pasca amandemen UUD 1945.
-------------------------
Oleh: M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Pertanyaan tersebut pantas diungkapkan karena rasanya terlalu banyak pembiaran atas keadaan yang kacau balau dalam pengelolaan negara ini. Tentu bukan bicara normatif soal ideologi Pancasila dan konstitusi UUD 1945, melainkan praktek berbangsa dan bernegara yang jauh menyimpang dari ideologi dan konstitusi tersebut.
Katanya negara demokrasi, tetapi rakyat bukannya berkuasa,melainkan menjadi obyek penderita; terpinggirkan bahkan tertindas. Penguasa adalah segelintir orang yang memiliki jaringan penggebuk dan kapital. Kapitalis itu memiliki mata dan kulit yang beda dengan rakyat kebanyakan di Indonesia. Mereka yang layak disebut "penjajah" itu bekewarganegaraan Indonesia.
Katanya negara kekeluargaan, tetapi negara tidak seperti keluarga. Bapak, ibu dan anak berjalan sendiri-sendiri. Bapak Presiden tidak bermanfaat bagi ibu pertiwi dan anak bangsa. Bapak bahagia menikmati, ibu bersedih hati, anak-anak terlantar di rumah sendiri. Bapak berjoget di atas kursi, ibu berdiam dalam sunyi, anak berlari sambil ditakut-takuti.
Katanya negara hukum, tetapi hukum hanya bahan mainan, dapat ditentukan oleh kekuasaan dan uang. Tidak punya relasi kuasa atau tidak mampu beli, pasti mati atau sakit hati. Aparat penegak hukum asyik berjualan hukum, karena menurutnya tak ada makan siang gratis. Yang terjadi adalah makan beracun gratis. Rakyat dibodohi dan dininabobokkan. Hukum bukan menjadi milik rakyat lagi.
Katanya rakyat sudah diwakili, nyatanya wakilnya para pengkhianat yang tidak berjuang untuk rakyat. Pendapatan didahulukan ketimbang pendapat. Mereka yang disebut wakil rakyat itu bertekuk lutut kepada raja dan punggawanya, karena bagi mereka yang penting 5 tahun menjabat dapat dijalani dengan aman, nyaman tentram, gemah ripah loh jinawi. Urusan rakyat, tinggal ripuh.
Maka, jangan heran jika banyak yang minta DPR dibubarkan, karena mandul dan tidak berguna.
Katanya Presiden itu Jenderal TNI, tetapi untuk mengganti Kapolri bawahannya saja tidak punya nyali. Berlindung di balik strategi, padahal sikap itu banci. Memecat Menteri korupsi juga tidak jadi-jadi, hingga mereka membangkang dan semakin berani. Sang Jenderal hanya berbasa-basi siap untuk menghabisi. Efeknya, mafia Polisi dan Menteri yang lebih dulu beraksi.
Katanya semua demi rakyat, namun tanah rakyat justru disikat konglomerat. Demi pembangunan dan investasi, lahan warisan orang tua habis dijual murah akibat intimidasi. Proyek strategis tanpa guna bagi rakyat, hanya menguntungkan penjabat dan pengusaha jahat. Setiap saat yang difikirkan bagaimana area menjadi kosong dan pemilik segera melepaskan hak.
Katanya demi Indonesia emas kita harus berhemat. Realitanya kabinet sangat gembrot dan boros menyedot dana rakyat. Korupsi ratusan bahkan ribuan trilyun disikapi biasa-biasa saja. Hukuman mati ditentang keras. Toh itu hanya kejahatan ordinary. Memang gila, kasus korupsi mau diberantas cukup dengan omon-omon. Maksimal gebrak meja mimbar.
Katanya terbuka dan beradab, mengapa Presiden dan Wakil Presiden berijazah palsu dilindungi ? Masalah sederhana dibuat sulit dan berbelit. Skandal dunia dipelihara dan dijadikan sekedar tontonan. Adakah ini negara atau kebun binatang ? Gajah dan kodok hidup bersandar pada ular naga. Garuda gagah berani hanya fiksi.
Ini negara apa? Negara yang penuh dengan kepalsuan dan rekayasa. Negara Presiden dan Wakil Presiden palsu, ijazah palsu, mobil esemka palsu, kereta cepat palsu, Menteri dan program palsu, KPU dan keterangan palsu, perjuangan partai palsu, kerusuhan palsu, makan bergizi palsu, hingga DPR dan anti Israel pun palsu.
Reformasi Kepolisian? Palsu, palsu, dan palsu!
Ini negara apa? Negara dengan pemimpin palsu!


