PARA ketua umum partai dapat menginisiasi Hak Interpelasi di DPR untuk memanggil Presiden atas penggunaan Kejagung dan KPK sebagai tunggangan dan alat politik kekuasaannya.
----------------------
Oleh: Muslim Arbi
Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu
Ternyata KPK dan Kejagung telah di jladikan alat politik oleh kekuasaan.
Pantas kalau Megawati, Presiden ke-5 RI dan pembentuk KPK berang, sehingga KPK diusulkan kepada Jokowi agar dibubarkan.
KPK juga telah dijadikan lembaga pelindung korupsi dan KKN anak-anak Presiden. Dalam Laporan Kasus Gratifikasi terhadap Gibran dan Kaesang oleh Perusahaan Pembakar Hutan, tidak diproses KPK.
Jika saja KPK mengusut tuntas kasus gratifikasi saham terhadap Gibran dan Kaesang, dapat dipastikan Jokowi sebagai Presiden terlibat.
Di KPK ada Dewas, Dewan Pengawas setelah UU KPK direvisi oleh Jokowi. Dewas di bawah Presiden.
Jokowi tidak mungkin membiarkan anak-anaknya diperiksa dan diusut, karena hal itu pasti bermuara pada dirinya. Oleh karena atas kekuasaannya, Jokowi paksa KPK tidak usut Laporan Ubeidillah Badrun. Meski laporannya sejak Januari 2022. Ubeidillah telah diperiksa dua kali.
Bahkan terakhir, Tokoh Reformasi Prof Amien Rais, mantan Menko Rizal Ramli, dan sejumlah tokoh nasional: mantan Komandan Marinir Letjen (Purn) Soeharto, mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko, Rektor, mahasiswa dan para Aktifis mendatangi KPK, termasuk penulis untuk mendesak agar kasus anak-anak Presiden diusut, tapi sampai saat ini KPK tidak bergeming.
Kejaksaan Agung juga telah menahan, mengadili eks Menteri Infokom yang juga Sekjen Nasdem, Jhonny G Plate, karena Nasdem besutan Surya Paloh mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai Capres.
Airlanggar Hartanto, ketua Partai Golkar dan Menko Perekonomian, juga dipanggil dan diperiksa Kejagung karena Airlangga pernah bertemu dengan Anies dan sejumlah elit Golkar hadir saat acara Nasdem, di mana Anies sampaikan pidato politik.
Belakang, Menteri Nasdem lainnya. Menteri Pertanian Syarul Yasin Limpo, juga mau diusut karena diduga terlibat kasus-kasus di Kementerian Pertanian.
Setelah Airlangga dipanggil dan diperiksa Kejagung, Golkar terlihat ciut, tidak berani berani bermanuver soal Pilpres, dan terlihat harus tunduk pada kepentingan politik Istana. Golkar harus tunduk pada Istana jika ingin selamat dan tidak diganggu.
Terbaru, setelah Nasdem mau pasangkan Anies Baswedan dengan Muhaimin Iskandar, KPK terlihat bereaksi. KPK mau usut kasus-kasus Muhaimin saat menjadi Menteri Kemenakertrans?
Jadi, terlihat jelas dan terang benderang; Kejaksaan Agung dan KPK memang benar telah dijadikan alat politik oleh Istana.
Istana menyandera sejumlah Ketum partai dan Menteri - Menteri di kabinetnya. Jika saja mbalelo dari kepentingan politik Istana. Semua di bawah kendali Presiden Joko Widodo. Nampak kata cawe-cawe yang pernah dilontarkan Jokowi beberapa saat lalu memang benar dijalankan secara murni dan konsekuen.
Presiden menyandera Kejaksaan Agung dan KPK untuk tundak pada kepentingan politik dan keinginannya. Kejaksaan Agung dan KPK tidak lagi menjadi lembaga negara, tetapi telah menjadi alat kepentingan politik dan demi kekuasaan Istana: Jokowi.
Ada solusi. Jika insitusi hukum seperti Kejagung telah dijadikan alat politik oleh kekuasaan. Maka, jawabannya adalah lembaga politik semacam DPR dapat menjadi alat untuk menghadapi kekuataan politik Istana.
Para ketua umum partai, Megawati - PDIP; Airlangga-Golkar, Surya Paloh-Nasdem, Muhaimin - PKB, dapat menginisiasi Hak Interpelasi di DPR untuk memanggil Presiden atas penggunaan Kejagung dan KPK sebagai tunggangan dan alat politik kekuasaannya.
Dan dengan itu Jokowi dapat dimakzulkan, karena telah terbukti nyata dua insitusi hukum itu telah disandera dan dijadikan alat untuk kepentingan politiknya.
Para pimpinan Parpol itu mestinya cerdas menggunakan hak-hak politiknya untuk menghadapi kekuataan Istana yang telah memanfaatkan kekuasaannya untuk berpolitik. Para pemimpin Parpol harus cerdas dalam berpolitik.
Merdeka!
Mojokerto: 02 September 2023.