PEMERINTAH saat ini tidak percaya diri dan rapuh. Seorang Menko sekelas Airlangga yang Ketum Golkar harus diperiksa oleh Kejagung dalam kasus ekspor crude palm oil (CPO). Sedangkan Menko yang lain: Luhut Binsar Panjaitan, tidak diperiksa.
Kasus CPO ini sudah terjadi setahun lalu. Para pelaku yang dianggap merugikan negara dan memperkaya diri pun telah ditangkap, diadili dan dipenjara.
Mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Indra Dari Wisnu Wardana; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Lin Che Wei, Tim Asistensi Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian; Pierre Togar Sitanggang, General Affairs PT Musi Mas; dan Stanley MA, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Grup semuanya telah meringkuk di penjara.
Bahkan vonisnya diperberat oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Prof Anthony Budiawan, seorang ekonom dan pejuang kritis, dalam cuitannya mengapresiasi atas diperberatnya hukuman oleh MA terhadap pelaku kasus minyak goreng yang pernah menghebokan jagat nasional beberapa waktu lalu.
Saat kasus minyak goreng merebak, beredar luas foto kedekatan antara Master Parulian Tumanggor, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, dengan Menko Marvest Luhut Binsar Panjaitan. Mereka terlihat sangat akrab. Terlihat ada hubungan KKN antara Luhut Binsar Panjaitan dan Master Parulian Tumenggor. Luhut tidak dipanggil dan diperiksa Kejagung?
Juga putera Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, ketua Persis Solo yang dananya dibekukan karena dianggap mendapat aliran dana dari Wilmar.
Kedua orang dekat Jokowi; Luhut dan putra Jokowi, tidak dipanggil dan diusut sebagai cerminan persamaan di depan hukum, tidak dilakukan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Kalau Airlangga yang menjabat Menko Perekonomian dapat diperiksa sebagai saksi dalam kasus CPO, maka Luhut Binsar Panjaitan dan Kaesang Pangarep harus diperksa juga oleh Kejaksaan Agung.
Kalau Kejaksaan Agung tidak panggil dan periksa Luhut dan Kaesang, berarti kedua orang itu dilindungi Jokowi sebagai presiden dan kepala pemerintahan.
Justru, seharusnya Jokowi memerintahkan Kejagung untuk memeriksa Luhut dan Kaesang; satu orang dekatnya dan satu puteranya, untuk membuktikan ini negara hukum dan semua orang sama di mata hukum.
Tidak ada tebang pilih. Dalam hal pemeriksaan terhadap Airlangga Hartanto dalam hal CPO, mestinya Luhut dan Kaesang juga.
Airlangga selain Menko Perekonomian, adalah Ketua Umum Golkar.
Jika hanya pemeriksaan Airlangga dalam kasus CPO dalam kapasitas sebagai Ketua Umum Golkar, di pandang publik sebagai tindakan politisasi hukum, karena Luhut dan Kaesang yang disebut media dalam kasus minyak goreng, tidak diperiksa Kejagung.
Untuk membuktikan Kejagung tidak tebang pilih dan tidak terkesan dijadikan alat politik kekuasaan, maka setelah Airlangga dipanggil dan diperiksa, Luhut dan Kaesang pun harus diperiksa.
Dalam kasus internal Golkar dan Golkar mendekati Capres Anies, terasa sekali ada nuansa politik yang mengemuka.
Apalagi ada upaya merebut kursi ketua umum Golkar yang diperlihatkan oleh Luhut Binsar Panjaitan sebagai ketua dewan Pembina Golkar dan Bahalil sebagai wakil ketua umum Golkar.
Tak dapat dipungkiri, persoalan internal Golkar ini dapat ditemukan benang merahnya, karena dengan diperiksanya Ketua Umum Golkar dalam kasus CPO, itu kental unsur politiknya dibanding upaya penegakkan hukum.
Dengan diperiksanya Ketum Golkar ini, dapat dijadikan amunisi bagi pemburu jabatan ketua umum: Luhut dan Bahalil, untuk dapat merebut kursinya.
Ambisi Luhut dan Bahalil ini, yang selama ini dianggap publik sebagai penganjur perpanjangan jabatan presiden Jokowi, bisa berjalan mulus, baik melalui upaya perpanjangan jabatan Jokowi maupun upaya Istana menjegal Capres Anies Baswedan.
Dapat dicermati dengan jelas, kasus dipanggil dan diperiksanya Ketua Umum Golkar dan kasus CPO, serta tidak diperiksanya Luhut dan Kaesang, terindikasi rezim ini sangat tidak percaya diri dan rapuh, sehingga untuk memuluskan agenda politiknya agar tetap berkuasa dan mengamankan Capres dukungannya, berbagai cara ditempuh, termasuk berupaya mengambil alih jabatan ketua umum Golkar dan memeriksa sang Ketua Umum melalui tangan Kejaksaan Agung.
Meski, selama ini, Airlangga Hartanto membantu Jokowi dalam jabatannya sebagai Menko Perekonomian.
Nampaknya, demi kepentingan dan keuntungan politik, sekalipun pejabat yang berjasa dan penopang pemerintahan dan kekuasaannya, tetap harus dilibas demi memuluskan ambisis politik dan kekuasaan?
Wallahu'alam.
Oleh: Muslim Arbi
Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu
Limabangan, Garut: 25 Juli 2023