Jakarta, Harian Umum - Suasana di gedung DPR, Kamis (22/8/2024) siang memanas setelah sejumlah mahasiswa menjebol pagar di sisi kanan gerbang gedung rakyat itu.
Namun, mereka justru menjadi ribut sendiri karena di satu sisi yang menjebol pagar mengajak masuk ke gedung DPR untuk menduduki gedung parlemen tersebut, tapi di sisi lain yang tak ikut menjebol pagar meski datang ke DPR dengan alasan yang sama, yakni untuk menggagalkan DPR mengesahkan revisi UU Pilkada yang mengabaikan putusan MK Nomor 60 dan 70/PUU-XXII/2024, justru menolak masuk dengan alasan bisa membahayakan nyawa mereka semua.
Pantauan harianumum.com, mahasiswa bersama buruh dan elemen masyarakat lainnya mulai membanjiri DPR sekitar pukul 09:00 WIB. Terlihat ada empat mobil komando yang digunakan mahasiswa untuk beraksi, dan jumlah mereka yang ribuan membuat Jalan Gatot Subroto di depan gedung DPR menjadi berwarna-warni karena jaket almamater mereka yang berwana merah, kuning, biru, hijau dan lain-lain.
Sekitar pukul 13:30 WIB, terdengar keriuhan di tengah-tengah orasi mahasiswa, dan kemudian terdengar yel-yel peringatan berbunyi "hati-hati, hati-hati, hati-hati provokasi".
Terlihat pula asap mengepul dari sisi kanan yang bersumber dari pembakaran spanduk dan bendera Golkar.
Ternyata, keriuhan itu terjadi karena ada sekelompok mahasiswa yang telah berhasil menjebol pagar, sehingga polisi anti huru hara yang berjaga di dalam gedung DPR, langsung siaga.
Kemudian terdengar teriakan-teriakan "masuk-masuk!" Tetapi mahasiswa yang berdemonstrasi di depan gerbang dan tidak ikut menjebol pagar, mengabaikannya. Mereka terus berorasi.
Lalu seorang mahasiswa berkulit putih dan berkaca mata, datang dan meneriaki yang menjebol pagar agar mundur.
"Kita di sini aksi damai, bukan cari mati!" teriaknya.
Semua teriakannya diabaikan, lalu salah satu mahasiswa yang menjebol pagar, mendatangi dan memaki-makinya.
"Kita ke sini mau apa, Gob***! Kalau takut mati, tidur saja di rumah!" katanya.
Mahasiswa berkulit putih itu ngotot, sehingga memancing emosi mahasiswa lain yang menjebol pagar. Dia nyaris dikeroyok kalau saja tidak buru-buru menyingkir.
Terjadi ketegangan yang luar biasa di depan pagar yang dirobohkan, karena sesuai keinginan polisi, beberapa dari mereka, yang tampil sebagai "pemimpin" dan berdiri di bekas pagar yang dirobohkan, menanyakan siapa yang mau mewakili mereka masuk ke gedung DPR, karena polisi hanya minta 10 perwakilan, tapi yang lain ingin masuk semua. Adu mulut berkepanjangan pun terjadi.
Lalu datang rombongan HMI. Beberapa orang berinisiatif meminta mereka mewakili. Terjadi negosiasi, mahasiswa bahkan memberi jalan bagi perwakilan HMI agar dapat masuk ke gedung DPR.
Mengejutkan, rombongan HMI itu menolak dan meneruskan langkahnya ke depan gerbang DPR dan berorasi di situ. Mahasiswa pun menyoraki.
'Pengecut! Ngapain ke sini!" teriak seorang dari mereka.
Endingnya, semua masuk, tatapi hanya sampai menyeberangi pagar karena sudah dihadang barikade polisi. Bahkan sempat terjadi bentrok ketika mahasiswa mencoba masuk lebih jauh, sehingga Presidium Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) Ida N Kusdianti yang berada di antara mereka, pingsan karena terdorong-dorong.
Hingga berita ini ditulis, tak ada perkembangan berarti meski.mahasiswa yang berdemo di depan gerbang berteriak-teriak revolusi.
Untuk diketahui, ribuan mahasiswa dan elemen masyarakat yang lain datang ke DPR untuk.memprotes para wakil rakyat itu karena tidak melaksanakan putusan MK yang menurunkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah dari 25 persen suara Pileg atau 20 persen kursi di DPRD, menjadi 6,5 - 10 persen, sama dengan syarat bagi calon independen.
Selain itu, MK juga membatalkan putusan Mahkamah Agung yang mengubah syarat calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun saat dilantik sebagai pemenang Pilkada, dengan mengembalikannya pada usia minimal 30 tahun saat ditetapkan sebagai calon peserta Pilkada.
Diduga, DPR menolak putusan MK karena bisa mengganggu desain oligarki untuk memenangkan semua Pilkada di Indonesia melalui Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, dengan menciptakan lawan "yang mudah dikalahkan" bagi calon yang diusungnya. Di Jakarta, lawan dimaksud adalah calon independen, karena dengan threshold tetap 25 persen suara Pileg atau 20 persen kursi DPRD, PDIP tak bisa ikut Pilkada Jakarta dan mengusunh Anies Baswedan.
Selain itu, putusan MK tentang syarat calon gubernur dan wakil gubernur membuat anak bungsu Presiden Jokowi, yakni Kaesang Pangarep, gagal mengikuti Pilkada 2024. (rhm)