Jakarta, Harian Umum - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid menilai, Mahkamah Konstitusi benar-benar telah menjadi Mahkamah Keluarga.
Ia mengatakan hal itu setelah MK mengabulkan uji materi pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) yang dimohonkan mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret Almas Tsaqibbirru.
Dalam permohonannya, Almas meminta agar MK mengubah batas usia minimal Capres-Cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
"Sejak semalam, sebelum putusan itu dibacakan, kita sudah mendapat bocoran bahwa ada yang dikecualikan dari gugatan itu, dan terbukti gugatan mahasiswa itu dikabulkan, sehingga Capres-Cawapres ditetapkan minimal berusia 40 tahun atau yang berpengalaman sebagai kepala daerah," katanya dalam acara pembacaan Maklumat Keprihatinan di kawasan Juanda, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Sejumlah tokoh hadir di acara ini, di antaranya mantan komisioner KPK Eri Riyana dan Ekonom Faisal Basri. Panitia mengklaim, maklumat ditandatangani oleh masyarakat dari berbagai kalangan, termasuk pers, tokoh pendidikan dan tokoh lingkungan hidup.
Menurut Usman, putusan MK itu merupakan indikasi suburnya politik dinasti di era pemerintahan Jokowi, karena ia pun meyakini bahwa ada kepentingan untuk meloloskan putra sulung Presiden Jokowi, yakni Gibran Rakabuming Raka, untuk naik pentas politik nasional, dalam hal ini untuk menjadi Cawapres.
Dan ia meyakini kalau gugatan itu belum tentu diterima jika ketua MK bukan Anwar Usman yang merupakan adik ipar Jokowi atau omnya Gibran.
"Jadi, kalau ada yang memelesetkan MK menjadi Mahkamah Keluarga, ya nggak salah juga, karena putusan ini mengindikasikan kalau MK memang telah menjadi Mahkamah Keluarga," tegasnya.
Usman juga mengeritik paham Jokowisme yang digaungkan para pendukung Jokowi, karena menurutnya, selama Jokowi menjadi presiden sejak 2014, ia tidak melihat Indonesia manjadi lebih baik. Terlebih setelah UU KPK direvisi, KUHP direvisi dan UU Cipta Kerja diterbitkan, dan berkuasanya oligarki di balik pemerintahan Jokowi.
"Menurut saya Jokowisme itu sekarang telah menjadi Jokowigarki," katanya.
Para pembicara yang hadir pun umumnya mengeritik pemerintahan Jokowi. Apalagi karena menurut mereka, demokrasi yang menjadi buah dari reformasi, telah dikhianati karena Jokowi membawa Indonesia kembalimke era otoriterianisme seperti di era Orde Baru. (rhm)





