Jakarta, Harian Umum - Jaringan Gusdurian menolak kebijakan pemberian izin tambang kepada Ormas Keagamaan yang tertuang pada pasal 38A Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Alasan penolakan adalah karena pemberian izin tersebut dinilai bertentangan dengan UU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Gusdurian menolak kebijakan pemerintah untuk memberikan izin pada organisasi keagamaan karena bertentangan dengan UU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,” kata Pokja Keadilan Ekologi Jaringan Gusdurian, Inayah Wahid, seperti dilansir Kompas.com, Rabu (12/4/2024).
Menurut dia, UU Pertambangan Mineral dan Batubara menayatakan bahwa izin hanya dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan melalui cara lelang, sementara keterlibatan Ormas Keagamaan yang menerima izin pertambangan justru akan memunculkan diskursus tentang peran organisasi kemasyarakatan.
Idealnya, kata dia, organisasi keagamaan terus mengingatkan pemerintah untuk mengambil setiap kebijakan berdasarkan prinsip etik.
"Selain itu, keterlibatan organisasi keagamaan dalam sektor pertambangan menimbulkan banyak risiko turunan,” imbuh putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid ini.
Inayah menjelaskan bahwa keterlibatan organisasi keagamaan berpotensi menciptakan ketegangan sosial apabila terjadi permasalahan di tingkat lokal.
Apalagi, jumlah organisasi keagamaan yang jumlahnya sangat banyak, termasuk di daerah-daerah, memungkinkan terjadi kerumitan pada tingkat pelaksanaan.
Di sisi lain, saat ini banyak negara di dunia yang mulai mencari energi alternatif agar ketergantungan pada batubara bisa dihentikan dalam beberapa tahun ke depan.
“Aktivitas penambangan batubara secara global sudah dikategorikan sebagai bahan bakar kotor karena proses yang merusak alam dan menghasilkan polutan berbahaya.” tegasnya.
Menurut dia, bisnis ini merupakan bagian dari industri ekstraktif yang mengolah dan menguras sumber daya alam yang dapat menimbulkan hilangnya habitat, polusi, penipisan sumber daya, serta bencana alam lainnya.
Inayah menjelaskan, Gus Dur secara konsisten menolak industri ekstraktif yang merusak sumber daya alam dan mengeksklusi rakyat dari ruang hidupnya. Bahkan, dalam sejarahnya, Gus Dur merupakan satu-satunya presiden Indonesia yang tidak pernah memberikan konsesi tambang dan melakukan moratorium penebangan hutan untuk kelestarian ekosistem.
Atas dasar itu, Inayah mewakili Jaringan Gusdurian mendesak pemerintah untuk meninjau ulang pemberian izin usaha penambangan kepada organisasi keagamaan.
Ia bahkan mengajak ormas keagamaan lain untuk tetap menjadi kekuatan penjaga moral, nilai, dan etika bangsa. Ormas keagaamaan juga diharapkan terus menjadi pendamping umat demi kemaslahatan dan kesejahteraan bersama.
Tak hanya itu, Inayah meminta pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan secara tegas.
“Meminta pemerintah menegakkan hukum serta melakukan pemulihan dampak sosial ekologis akibat perampasan lahan, penggusuran, deforestasi, dan eksploitasi sumber daya alam,” jelas dia.
Terakhir, Inayah juga mengajak warga masyarakat untuk terus mengkritisi kebijakan pemerintah. Masyarakat dapat mengawal penyelenggaraan negara agar tetap sesuai dengan konstitusi dan digunakan untuk kemaslahatan rakyat. (man)