Jakarta, Harian Umum - Ekonomi Indonesia sedang sangat tidak baik-baik saja, ditandai dengan defisit APBN yang mencapai Rp31,2 triliun pada Januari-Februari 2025 silam, dan pemasukan pajak yang ambrol 30,2% pada Februari 2025 karena hanya mencapai Rp187,8 triliun dibanding pemasukan pajak pada periode yang sama tahun 2024 sebesar Rp269,02 triliun.
Tidak baiknya kondisi ekonomi itu juga tercermin dari jumlah pemudik Lebaran 2025 yang turun 24% dibanding Lebaran 2024 karena hanya sebanyak 146,48 juta orang yang pulang ke kampung halaman untuk berlebaran , sementara pada Lebaran 2024 jumlah pemudik mencapai 193,6 juta orang.
Di sisi lain, kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) menyebutkan bahwa perputaran uang di libur Idul Fitri 2025 diprediksi hanya mencapai Rp 137.975 triliun, turun dibanding perputaran uang pada Idul Fitri 2024 lalu yang mencapai Rp 157,3 triliun,
"Ada tujuh indikator (yang membuat) situasi ekonomi Indonesia melemah, dan pertumbuhan (ekonomi) tertahan melamban," kata Pengamat Politik Ekonomi Ichsanudin Noorsy melalui siaran tertulis, Rabu (2/4/2025).
Ketujuh indikator itu adalah:
1. Menurunnya jumlah kelas menengah hingga 9,7 jiwa.
2. Deindustrialisasi yang terus menerus berlangsung sejak era reformasi.
"Kontribusi sektor industri era Reformasi kalah dibanding era Orde Baru. Dampaknya adalah PHK yg terus terjadi sejak 2020," kata Ichsan, sapaan Ichsanudin Noorsy.
3. Inflasi rendah yang menunjukkan pemusatan kekuatan ekonomi dan tidak memberi dampak terbukanya lapangan kerja. Hal ini diikuti dengan melemahnya daya beli masyarakat yang berlangsung secara lamban sejak kesalahan kebijakan ekonomi 2015 (Ichsanuddin Noorsy, CNN 2015).
4. Nilai tukar yang terus menerus melemah sejak rezim BJ Habibie.
"Pelemahan ini membuktikan fundamental makro ekonomi rapuh dan margin perekonomian nasional dihisap keluar," jelas Ichsan.
5. Persaingan tidak sehat antara bunga SBN dengan SBI dan bunga deposito.
6. Sehatnya perbankan tidak memberi dampak pemerataan.
7. Rendahnya Purchasing Manager Index sebagai bukti perekonomian Indonesia tidak prospektif tumbuh menjanjikan. Ini diikuti dengan jatuhnya IHSG.
Di panggung global, menurut Ichsan, pertumbuhan ekonomi internasional terancam menurun dari 2% menjadi sekitar 1,5-1,7%.
"Beberapa negara penggerak pertumbuhan ekonomi global dihantui resesi. Ini disebabkan kebijakan Trump dan respon negara-negara yang tersasar perang dagang oleh AS," jelasnya.
Ia meyakini, persoalan itu akan menghasilkan turbulensi ekonomi yang tak terhindarkan karena The Fed diduga tidak akan menurunkan suku bunganya.
Di dalam negeri, kebijakan Presiden Prabowo Subianto merealokasi anggaran 2025 juga berdampak pada keringnya likuiditas di pasar, sehingga Indonesia mengalami deflasi, sementara di sisi lain pemerintah gagal mengendalikan stabilitas harga yang berdampak pada meningkatnya biaya hidup masyarakat dibtengah pola hidup masyarakat selama Ramadan, baik karena kenaikan PPN 12% maupun karena perilaku pasar.
"(Ini) Disebabkan model ekonomi yang dirancang bangun pemerintah berbasis mekanisme pasar bebas pada hampir semua sektor ekonomi, termasuk sektor hajat hidup orang banyak, maka keberlakuan sticky price tidak terhindarkan," jelas Ichsan.
Menurut dia, sepanjang pemerintah tidak membanjiri pasar dengan likuiditas, perekonomian nasional sulit untuk kembali memperoleh kepercayaan pasar.
"Jalan keluarnya, pemerintah jangan berambisi melaksanakan Danantara yang sumber dananya berawal dari realokasi APBN 2025. Sementara penyertaan saham 7-9 BUMN tidak berarti keuntungannya langsung bisa digunakan untuk proyek investasi Danantara.Demikian juga dengan MBG (Makan Bergizi Gratis), sebaiknya dibuat pemetaan masalah sehingga terjadi pemilahan, mana dan berapa untuk MBG dan untuk membuka lapangan kerja (ref: pasal 27 ayat 2 UUD 1945)," saran Ichsan.
Ia meyakini, tanpa realokasi anggaran yang tepat, pendistribusian yang memantik berputarnya mesin perekonomian secara wajar, dan menstabilisasi fiskal-moneter, maka pemerintah sedang menunjukkan kelemahan tata kelola kepada masyarakat nasional dan internasional," pungkas Ichsan. (rhm)