TERANG benderang di mata para elit partai politik sekarang, fakir miskin adalah kantong suara.
-----------------------+
Oleh: Agung Marsudi
Duri Institute
Pesta demokrasi mempersembahkan apa untuk 25,9 juta pemilih orang miskin kita?
RIUHNYA pesta demokrasi, tak membuat puluhan juta orang miskin tertawa. Mereka terhimpit dinding derita, tak berakhir duka.
25,9 juta jumlah penduduk miskin kita, hampir setara dengan perolehan 128 kursi PDIP di DPR RI pada Pileg 2019, yang mencapai 27,5 juta suara. Ngaku, partai wong cilik, tapi kecut menjawab urusan perut.
Betapa arifnya para pendiri bangsa, ketika menuangkan satu ayat, Pasal 34 UUD 1945 yang mengamanatkan, "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara".
Terang benderang di mata para elit partai politik sekarang, fakir miskin adalah kantong suara, kantong yang harus diisi dengan 'sembako fiesta'. Proyek sedu-sedan yang dianggarkan negara.
Pesta demokrasi 2024 mempersembahkan mimpi tentang hari esok yang masih janji, janji kesejahteraan yang dibayar dengan utang. Sebab, siapapun presiden baru, Rp. 14.000 triliun utang negara telah menunggu.
Indonesia adalah rumah bagi populasi 25,9 juta orang miskin yang punya hak suara. Setelah amandemen UUD 1945, wajah Indonesia makin sekuler, makin liberal, makin suka yang berbau elektoral.
Pesta demokrasi mempersembahkan kapitalisme dan domino dominasi oligarki, yang memakan masa depan anak-anaknya sendiri. Orang-orang miskin apalagi.
Padahal, kata Agus Salim, memimpin adalah menderita, “Leiden is lijden!”.