Jakarta, Harian Umum- Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta diingatkan untuk serius dan tidak main-main dalam menyikapi persoalan yang terjadi di Unit Pengelola (UP) Perparkiran.
Apalagi karena audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tersebut untuk tahun anggaran 2016, ditemukan potensi kerugian sebesar Rp172 juta.
"Dishub harus serius mengevaluasi kinerja UP Perparkiran, jangan main-main, karena sudah ada temuan BPK di BLUD itu," kata pengamat kebijakan publik Amir Hamzah kepada harianumum.com di Jakarta, Rabu (29/8/2018).
Ia juga mengingatkan tentang pemotongan remunerasi pegawai yang tanpa dasar hukum dan pengelolaan 35 titik parkir milik PD Pasar Jaya yang bermasalah karena selalu merugi.
Semua itu, kata dia, tidak dapat dibiarkan begitu saja karena bisa berindikasi korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
"Kalau Dishub tidak serius membenahi UP Perparkiran, patut diduga Dishub terlibat atau paling tidak ikut punya andil dalam bobroknya pengelolaan UP Perparkiran oleh kepala BLUD itu, dan Gubernur harus juga menindaknya," tegas Amir.
Ketua Budgeting Metropilitan Watch (BMW) ini juga mengingatkan kalau ketika Gubernur rapat diam-diam dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kantor Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) hingga lebih dari tiga kali, semua persoalan yang terkait dengan masalah korupsi dan menjadi temuan BPK, ikut dibahas, sehingga bisa jadi kasus di UP Perparkiran ikut dibicarakan.
"Apalagi karena hingga kini pajak parkir untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah) masih tergolong rendah. Dengan jumlah kendaraan yang lalu lalang di Jakarta mencapai 1,8 juta unit dan jumlah gedung parkir yang begitu banyak, tersebar di lima wilayah kota administrasi, pajak parkir hanya Rp600 miliaran. Ini mengindikasikan kalau kinerja kepala UP Perparkiran tidak maksimal," tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada 20 Agustus 2018 silam Wakil Kepala Dinas Perhubungan (Wakadishub) DKI Jakarta, Sigit Wijatmiko, mengatakan kalau pihaknya sedang mengevaluasi manajemen Unit Pengelola (UP) Perparkiran terkait adanya pemotongan remunerasi oleh Kepala UP Perparkiran Tiodor Sianturi, dan sejumlah permasalahan lain yang membuat pengelolaan UP Perparkiran terkesan tidak profesional.
"Sedang dievaluasi seluruh management UP Perparkiran, dan kami akan koordinasi dengan KPK (Komite Pencegahan Korupsi) DKI," katanya kepada harianumum.com melalui pesan WhatsApp.
Pada Selasa (28/8/2018), harianumum.com mengirimkan pesan WhatsApp kepada Sigit untuk menanyakan bagaimana hasil evaluasi terhadap UP Perparkiran, namun tidak dijawab.
Narasumber harianumum.com di lingkungan UP Perparkiran mengatakan, setahu dirinya evaluasi itu tak ada.
"Kami nggak pernah lihat ada utusan dari Dishub yang memeriksa manajemen, dan sampai sekarang juga tidak ada informasi kalau ada orang di kantor pusat yang diperiksa Dishub. Kantor aman dan damai saja," katanya, Selasa (28/8/2018).
Persoalan di UP Perparkiran tergolong parah karena untuk menutupi temuan BPK sebesar Rp172 juta, uang remunerasi pegawai tetap non PNS yang berjumlah 278 orang dipotong Rp2 juta hingga Rp6 juta pada 15 Oktober-15 Desember 2017, atau total Rp1,6 miliar.
Pegawai menjelaskan, pemotongan dilakukan karena manajemen mengatakan, temuan BPK itu diakibatkan oleh kerugian pada pengelolaan 35 titik parkir milik PD Pasar Jaya, dan karena penerapan sistem Terminal Parkir Elektronik (TPE) mengalami defisit. Padahal, berdasarkan data dari hasil audit BPK, diketahui kalau temuan itu didasari kesalahan UP Perparkiran dalam menempatkan gaji pegawai PKWT yang menangani 35 titik parkir PD Pasar Jaya dan TPE, ke dalam anggaran belanja barang dan jasa.
Pemotongan remunerasi ini dipastikan ilegal karena tidak diatur dalam SK Gubernur Nomor 916 Tahun 2013 yang menetapkan UP Perparkiran sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dan juga tidak diatur dalam SK Gubernur Nomor 531 Tahun 1979 tentang Pertanggungjawaban kepada Gubernur dan Sekretaris Daerah yang menjadi acuan sistem kerja UP Perparkiran.
Sebaliknya, SK Gubernur Nomor 916 justru mengatur bahwa pegawai UP non PNS setiap bulan tidak hanya menerima gaji, tapi juga remunerasi.
Meski demikian pegawai mengakui kalau pengelolaan 35 titik parkir milik PD Pasar Jaya memang rugi karena selain tidak didahului dengan kajian, juga karena saat ke-35 titik parkir itu diserahkan, 350 pegawai PKWT alias pegawai kontrak PD Pasar Jaya yang bekerja di ke-35 titik parkir tersebut, ikut diserahkan, dan pembayaran honornya menjadi tanggungan UP Perparkiran. Kondisi ini membuat pengelolaan ke-35 titik parkir itu ibarat lebih besar pasak daripada tiang. (rhm)







