Jakarta, Harian Umum - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Anthony Budiawan meminta Bank Indonesia (BI) harus kerja keras menstabilkan kurs rupiah yang masih tertekan oleh dolar AS dan tetap bertengger di atas level Rp16.000 per dolar AS.
Pasalnya, intervensi pasar yang dilakukan bank sentral itu ternyata kurang ampuh.
"BI harus kerja keras, berjibaku mempertahankan kurs rupiah yang bandel tidak mau turun-turun. Intervensi alias ‘doping’ kurs rupiah sejauh ini belum berhasil menurunkan rupiah ke bawah Rp16.000 per dolar AS," kata Anthony melalui siaran tertulis, Jumat (28/6/2024).
Menurut ekonom ini, setelah diintervensi sangat intens, rupiah ternyata hanya bisa menguat sedikit menjadi sekitar Rp16.360an, untuk kemudian merosot lagi tembus Rp16.410.
Pertanyaannya, sampai seberapa kuat BI bisa ‘doping’ kurs rupiah melawan kekuatan pasar?
"Kalau tidak kuat, satu ketika rupiah akan jebol," tegas Anthony.
Ia menilai, persoalan rupiah ini terkait dengan masalah endurance, masalah ketahanan, masalah berapa banyak dolar yang masih dimiliki BI untuk melawan pasar, untuk melawan investor asing yang kabur.
"Semoga BI masih mempunyai napas panjang, sampai pemerintah bisa mendapat oksigen (utang) baru. Kalau tidak, rupiah siap tergelincir," pungkasnya.
Seperti diketahui, kurs rupiah terus melemah dalam beberapa pekan terakhir, sehingga ketika rupiah tembus Rp16.400 per dolar AS, pada 20 Juni 2024 Presiden Jokowi memanggil KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) untuk membahasnya.
Sehari setelah itu rupiah turun ke level Rp16.300-an per dolar AS, tetapi setelah itu rupiah kembali terjeblos ke atas Rp16.400/dolar AS.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, fundamental ekonomi Indonesia bagus, dan pelemahan rupiah akibat pengaruh global, di antaranya The Fed mempertahankan suku bunganya.
Namun, menurut Anthony, rupiah anjlok parah akibat fundamental ekonomi Indonesia yang buruk, bukan semata-mata karena faktor global. (rhm)