Jakarta, Harian Umum - KPK didesak mengusut dugaan keterlibatan Dirut Pertamina NW di kasus PLTU Riau I dan pejabat-pejabat SKK Migas diantaranya SS mantan menteri ESDM, Mantan Kepala SKK Migas serta Direktur Jendral Migas Kementrian ESDM di kasus proyek Shorebase Supply Service.
Tuntutan disampaikan puluhan massa yang menamakan diri Forum Studi Anti Korupsi (Forsak) saat menyambangi Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (8/4/2019).
"KPK harus mengusut pejabat lain yang terlibat kasus PLTU Riau 1. Diantaranya Dirut Pertamina yang sebelumnya memegang peranan penting di PLN. MW bekas Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN. Jika ada indikasi keterlibatan, KPK harus segera menetapkan pejabat tinggi Pertamina tersebut sebagai tersangka," kata Kordinator Lapangan Ardi Syahputra.
Ardi melanjutkan tuntutan tersebut agar Pertamina menjadi perseroan yang berkembang dan bersih.
"Maka Pertamina harus dipimpin oleh orang yang bersih dari setiap dugaan korupsi maupun hal yang sifatnya melawan hukum," tegasnya.
Selain itu Ardi menuturkan Forsak juga mendesak KPK membongkar kasus pengurusan tender-tender di SKK Migas yang diduga melibatkan pejabat-pejabat SKK Migas. Diantaranya, Sudirman Said mantan mentrri ESDM, Mantan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi serta Direktur Jendral Migas Kementrian ESDM Djoko Siswanto.
Ardi mengungkapkan, kasus dugaan korupsi tersebut berawal saat SKK Migas memiliki proyek Shorebasw Supply Service di Lamongan dan Gresik, Jawa Timur dengan nilai proyek sebesar Rp541 milar yang dikerjakan PT Petrosea Tbk. Namun, dibatalkan sepihak oleh SKK Migas dengan alasan telah menerbitkan persetujuan tender di Sorong, Papua pada Juni 2017.
"Pada tender tersebut, diduga kuat mengarahkan PT Petrosea untuk jadi pemenang tender. Indikasinya ada dugaan pihak Petrosea melaksanakan konstruksi fasilitas Shorebase kurang lebih setahun lebih awal," imbuhnya.
Ardi menerangkan, nilai proyek yang diajukan Petrosea lebih mahal yaitu Rp734 milyar dibandingkan dengan Shorebase Supply Service yang berlokasi di Jawa Timur yang tengah digarap senilai Rp541 milyar.
"Diduga dalam proyek Shorebase Supply Service di Sorong Papua berpotensi menyebabkan kerugian negara yang tidak sedikit yaitu senilai Rp193 milyar," ucap Ardi.
Sementara itu, pihak KPK menolak bertemu dengan para pendemo. Meski, laporan aduan pendemo tetap dilayangkan ke KPK.
"Pertama Pihak KPK awalnya menerima perwakilan untuk ketemu dengan Humas KPK, 30 menit kemudian KPK turun yang diwakili ibu Tata, mereka beralasan krn kita gak punya alat bukti, justru kita mau menambahkan dgn mendukung kpk bahwa, dirut pertamina sangat mengetahui persoalan kasus PLTU 1 Riau," terang Ardi.
Adapun terkait kasus tender PT. Petrosea. Tbk terkaig proyek Shorebase Supply Service, Ardi menambahkan, KPK juga menolak dengan alasan tidak ada alat bukti. "Kasus baru yang melibatkan mantan menteri ESDM, mantan kepala SKK Migas, dirjen Kementrian ESDM, mereka menolak karena alasannya tidak ada alat bukti. Persoalannya kita masyarakat, harusnya mereka menerima bukan menolak. Mereka harusnya mendengar penjelasan kita dulu. Jangan main asal menolak yang tidak berdasar," imbuhnya.
Sebelumnya, Forsak telah menggelar aksi unjuk rasa dengan tuntutan yang sama di gedung Bareskrim Polri pada, Kamis (4/4/2019) lalu. (Zat)







