Jakarta, Harian Umum - Kian dekat dengan hari penyelenggaraan Djakarta Warehouse Project (DWP), penolakan warga atas event tahunan yang diselenggarakan Ismaya Group itu semakin meluas.
Setelah FKDM, Amarta, Katar/GONTAS dan INFRA, kini Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia (LAKRI) juga menyatakan menolak penyelenggaraan acara yang dinilai tak sesuai dengan budaya ketimuran yang dianut bangsa Indonesia, serta mendorong generasi muda menjadi generasi hedonis, dekat dengan narkoba dan seks bebas.
Warga Kemayoran, Jakarta Pusat, yang sejak pertama kali acara itu digelar pada 2015 telah menyatakan menolak dengan keras, juga akan kembali turun gunung untuk menyuarakan hal yang sama.
Menurut informasi yang dihimpun, Sabtu (9/12/2017), sejak kemarin LAKRI telah menyebarkan imbauan melalui grup-grup WhatsApp yang ditujukan kepada Ormas di Kota Administrasi Jakarta Pusat, khususnya yang beralamat di Kecamatan Kemayoran dan Pademangan, agar membuat surat penolakan penyelenggaraan DWP yang dibuat delapan rangkap, karena akan ditembuskan kepada delapan instansi terkait, di antaranya Kapolda Metro Jaya, Pangdam Jaya/Jayakarta, Gubernur DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta.
Imbauan juga ditujukan kepada Ormas seperti Bang Japar (Kebangkitan Jawara dan Pengacara), FBR (Forum Betawi Rempug), Forkabi (Forum Komunikasi Anak Betawi), GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah dan DMI (Dewan Masjid Indonesia).
"Kami berharap rekan-rekan aktivis penyelamat bangsa dan negara yang peduli terhadap nasib generasi bangsa ke depan dan yang ber-ammar ma'aruf nahyi munkar, membuat SURAT PERNYATAAN PENOLAKAN terhadap event maksiat dugem internarional yang akan diadakan di JIExpo, Kemayoran," kata Ketua LAKRI DKI Jakarta, Ical Syamsuddin, dalam imbauan tersebut.
Ia menegaskan, mereka wajib menolak dan menyikapi penyelenggaraan DWP karena merupakan acara yang tidak mendidik, tidak bermanfaat, dan hanya mendorong generasi muda agar menjadi generasi hedonis, apatis dan mendekati penggunaan narkoba serta seks bebas.
"Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan menjaga dan melestarikan peradaban leluhur budaya kita? Apalagi karena Kemayoran notabene merupakan kampung ulama dan jawara!!" tegasnya.
Seperti diketahui, DWP digelar Ismaya Grup di area Pekan Raya Jakarta milik PT Jakarta Internasional Expo (JIExpo) pada 15-16 Desember 2017. Area JIExpo ini mencakup dua kecamatan di dua wilayah administrasi yang berbeda, yakni Kecamatan Kemayoran di Jakarta Pusat, dan Pademangan di Jakarta Utara.
Setiap kali diselenggarakan, DWP selalu menghadirkan disc Jockey (DJ) dari berbagai negara, dan acara dikemas persis seperti di diskotik-dikotik dimana para pengunnjungnya jejingkrakkan mengikuti alunan musik dugem dan kehabatan musik remix yang disajikan para DI itu, di bawah tata cahaya yang diatur sedemikian rupa, sehingga kadang kala ruangan menjadi remang-remang, bahkan gelap.
Seorang saksi yang pernah menghadiri acara itu mengatakan, DWP hanya memindahkan acara dugem kawula muda dari diskotik ke sebuah ruangan yang superbesar di JIExpo, dan diberi tata cahaya serta tata ruang yang juga tak jauh beda dengan diskotik.
Dan seperti halnya acara dugem, melihat cewek-cewek berpakaian mini dan seksi, menjadi hal biasa di situ. Begitu juga kalau acara itu kemudian dicap rawan peredaran narkoba dan bahkan perilaku seks bebas.
"Karena memang seperti itulah suasananya," kata pemuda yang enggan disebut namanya itu.
Ia juga menilai kalau acara itu tidak penting dan tidak mendidik, selain hanya untuk sekedar hura-hura. Harga karcisnya pun mahal.
Berdasarkan data dari situs DWP diketahui, tiket dijual paling murah Rp620 ribu/orang untuk sekali masuk. Untuk kelas VIP Gold, harga karcis dibanderol Rp1,2 juta/orang.
Ical menegaskan, Semua pihak hendaknya meninjau kembali izin yg diterbitkan untuk DWP.
"Kalau sekiranya manfaat dari kegiatan tersebut dominan mudharatnya, untuk apa dilaksanakan?" tegasnya. (rhm)